Definisi dan Klasifikasi Aritmia
Aritmia adalah gangguan irama jantung yang terjadi akibat kelainan pada pembentukan impuls listrik, penghantaran impuls, atau kombinasi keduanya. Aritmia dapat menyebabkan denyut jantung terlalu cepat (takikardia), terlalu lambat (bradikardia), atau tidak teratur. Kondisi ini bisa asimtomatik atau menyebabkan gejala seperti palpitasi, pusing, sesak napas, hingga kehilangan kesadaran (sinkop).
Mekanisme Dasar Aritmia
- Automaticity Abnormal:
- Peningkatan atau penurunan kemampuan sel miokardium untuk secara spontan menghasilkan impuls.
- Contoh: Takikardia atrium otomatis.
- Triggered Activity:
- Afterdepolarizations:
- Early Afterdepolarization (EAD): Terjadi pada fase repolarisasi lambat (fase 2 atau awal fase 3). Berhubungan dengan perpanjangan QT dan torsades de pointes.
- Delayed Afterdepolarization (DAD): Terjadi setelah repolarisasi selesai (fase 4). Sering berhubungan dengan kelebihan kalsium intraseluler.
- Afterdepolarizations:
- Reentry:
- Impuls listrik membentuk lingkaran reentry.
- Contoh: AVNRT, flutter atrium, fibrilasi atrium.
Klasifikasi Aritmia
Aritmia diklasifikasikan berdasarkan lokasi asal impuls abnormal atau gangguan penghantaran:
A. Berdasarkan Lokasi
- Aritmia Supraventrikular (di atas ventrikel):
- Fibrilasi atrium (AF)
- Flutter atrium
- Takikardia supraventrikular paroksismal (PSVT): AVNRT, AVRT (misalnya, Wolff-Parkinson-White)
- Takikardia atrium multifokal (MAT)
- Prematur atrial contraction (PAC)
- Aritmia Ventrikular:
- Takikardia ventrikular (VT)
- Fibrilasi ventrikular (VF)
- Prematur ventricular contraction (PVC)
- Torsades de pointes
- Gangguan Konduksi:
- Blok AV (derajat 1, 2, 3)
- Blok cabang (RBBB, LBBB)
- Sindrom sick sinus
B. Berdasarkan Kecepatan
- Bradiaritmia (denyut < 60 bpm):
- Sindrom sick sinus
- Blok AV derajat tinggi
- Takiaritmia (denyut > 100 bpm):
- Takikardia supraventrikular (contoh: AVNRT, AVRT)
- Takikardia ventrikular
C. Berdasarkan Mekanisme
- Automaticity Abnormal:
- Takikardia atrium otomatis
- Reentry:
- AVNRT, flutter atrium
- Triggered Activity:
- Torsades de pointes (EAD)
Anatomi dan Fisiologi Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung adalah jaringan khusus dari serat otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan dan menyebarkan impuls listrik yang mengatur kontraksi jantung secara sinkron. Sistem ini memastikan bahwa jantung berdetak secara terkoordinasi untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
Komponen Sistem Konduksi
- Nodus Sinoatrial (SA Node):
- Lokasi: Dinding atrium kanan dekat vena cava superior.
- Fungsi: Pacemaker utama jantung dengan menghasilkan impuls listrik secara spontan (automaticity).
- Frekuensi: 60-100 bpm dalam kondisi normal.
- Jalur Internodal dan Bundel Bachmann:
- Jalur Internodal: Menghubungkan nodus SA dengan nodus AV melalui atrium kanan.
- Bundel Bachmann: Jalur konduksi yang menyebarkan impuls dari atrium kanan ke atrium kiri, memungkinkan kontraksi simultan kedua atrium.
- Nodus Atrioventrikular (AV Node):
- Lokasi: Di septum atrioventrikular, dekat septum interventrikular.
- Fungsi:
- Menghantarkan impuls dari atrium ke ventrikel dengan penundaan (delay fisiologis) sekitar 100 ms, memungkinkan pengisian ventrikel yang optimal sebelum kontraksi.
- Delay AV node diwakili oleh golombang PR, dimana normalnya 0.12-0.20 second.
- Frekuensi intrinsik: 40-60 bpm jika nodus SA gagal.
- Bundel His:
- Lokasi: Dimulai dari nodus AV dan berjalan melalui septum interventrikular.
- Fungsi: Menghantarkan impuls dari nodus AV ke cabang bundel ventrikel.
- Memiliki kecepatan konduksi tinggi.
- Bundel branches Kanan dan Kiri:
- Cabang Kanan: Menghantarkan impuls ke ventrikel kanan.
- Cabang Kiri: Terbagi menjadi dua fasikel utama (anterior dan posterior) untuk ventrikel kiri.
- Fungsi: Menyediakan konduksi cepat ke ventrikel untuk kontraksi serempak.
- Serabut Purkinje:
- Lokasi: Berakhir di miokardium ventrikel.
- Fungsi: Memastikan depolarisasi cepat seluruh otot ventrikel, menghasilkan kontraksi kuat dan efisien.
- Frekuensi intrinsik: 20-40 bpm.
Hierarki Pacemaker
- Utama: Nodus SA (60-100 bpm)
- Cadangan: Nodus AV (40-60 bpm)
- Cadangan terakhir: Serabut Purkinje (20-40 bpm)
Mekanisme Depolarisasi dan Repolarisasi Jantung
Fase-Fase Depolarisasi di Kardiomiosit
Depolarisasi terjadi ketika sel otot jantung menjadi lebih positif, yang memulai kontraksi.
- Fase 0 (Depolarisasi Cepat):
- Dimulai oleh sinyal listrik dari nodus SA atau AV.
- Saluran natrium (Na⁺) terbuka, sehingga ion Na⁺ masuk ke dalam sel.
- Potensi membran sel yang awalnya negatif (sekitar -90 mV) menjadi lebih positif (+20 mV).
- Ini adalah langkah pertama yang memulai kontraksi otot.
- Fase 1 (Repolarisasi Awal):
- Setelah depolarisasi cepat, saluran Na⁺ menutup.
- Saluran kalium (K⁺ transient outward) terbuka, sehingga K⁺ keluar dari sel.
- Potensi membran sedikit turun (lebih negatif), tapi tidak kembali ke istirahat sepenuhnya.
- Fase 2 (plateau):
- Saluran kalsium (Ca²⁺ tipe L) terbuka, memungkinkan ion Ca²⁺ masuk ke dalam sel.
- Di saat yang sama, K⁺ masih keluar dari sel.
- Masuknya Ca²⁺ dan keluarnya K⁺ menciptakan keseimbangan, sehingga potensi membran bertahan pada tingkat yang mendekati netral.
- Fase ini memastikan otot jantung tetap terkontraksi cukup lama untuk memompa darah (sistol).
Fase-Fase Repolarisasi di Kardiomiosit
Repolarisasi adalah proses di mana sel kembali ke keadaan istirahat setelah kontraksi.
- Fase 3 (Repolarisasi Cepat):
- Saluran Ca²⁺ menutup, sehingga ion Ca²⁺ berhenti masuk.
- Saluran K⁺ tetap terbuka, dan K⁺ keluar lebih banyak.
- Potensi membran menjadi lebih negatif, kembali ke keadaan istirahat.
- Fase 4 (Potensial Istirahat):
- Setelah repolarisasi selesai, sel berada dalam keadaan istirahat (sekitar -90 mV).
- Pompa khusus, seperti Na⁺-K⁺ ATPase, bekerja untuk mengatur kembali keseimbangan ion:
- Na⁺ dipompa keluar, K⁺ dipompa masuk.
- Ion Ca²⁺ juga dikeluarkan dengan bantuan exchanger Na⁺-Ca²⁺.
Kesimpulan Sederhana
- Depolarisasi: Muatan sel menjadi lebih positif → Sel kontraksi (Fase 0).
- Plateau: Sel tetap terkontraksi untuk memompa darah (Fase 2).
- Repolarisasi: Muatan sel kembali negatif → Sel rileks (Fase 3).
- Istirahat: Sel siap untuk kontraksi berikutnya (Fase 4).
Mekanisme pada Sel Pacemaker (Nodus SA/AV)
- Fase 4: Depolarisasi spontan dimulai dengan masuknya Na⁺ dan sedikit Ca²⁺.
- Fase 0: Depolarisasi cepat terjadi saat banyak ion Ca²⁺ masuk.
- Fase 3: Repolarisasi cepat, ketika K⁺ keluar dan mengembalikan sel ke kondisi istirahat.
Hubungan dengan Elektrokardiogram (EKG)
- Gelombang P: Depolarisasi atrium (dipicu oleh nodus SA).
- Kompleks QRS: Depolarisasi ventrikel.
- Gelombang T: Repolarisasi ventrikel.
- Segmen PR: Penundaan konduksi di nodus AV.
- Interval QT: Total waktu untuk depolarisasi dan repolarisasi ventrikel.
Fibrilasi Atrium (FA)
Fibrilasi atrium (FA) adalah salah satu aritmia jantung yang paling umum. Ini ditandai oleh aktivitas listrik atrium yang tidak teratur dan cepat, sehingga kontraksi atrium menjadi tidak efektif. Akibatnya, fungsi pemompaan darah ke ventrikel terganggu, dan risiko komplikasi seperti stroke meningkat.
Fibrilasi atrium adalah aritmia supraventrikular yang ditandai dengan:
- Aktivitas listrik atrium yang kacau (chaotic).
- Kehilangan kontraksi atrium yang terkoordinasi (atrium hanya “bergetar” atau fibrillate).
- Irama ventrikel yang tidak teratur dan biasanya cepat (irregularly irregular).
Mekanisme Dasar
FA terjadi karena gangguan pada mekanisme listrik jantung, termasuk:
- Fokus Ektopik yang Dominan:
- Impuls abnormal berasal dari fokus ektopik, biasanya di sekitar vena pulmonalis.
- Reentry Elektrik di Atrium:
- Impuls listrik beredar dalam jalur reentry mikro atau makro, menyebabkan aktivitas listrik yang kacau.
- Substrat Atrium yang Rentan:
- Atrium dengan fibrosis, dilatasi, atau inflamasi lebih rentan terhadap FA.
Klasifikasi
- Berdasarkan Durasi:
- FA Paroksismal: Episodik, berhenti spontan dalam waktu 7 hari.
- FA Persisten: Berlangsung >7 hari atau memerlukan intervensi untuk kembali ke irama sinus.
- FA Persisten Lama: Berlangsung >1 tahun.
- FA Permanen: Tidak dapat atau tidak ingin dikembalikan ke irama sinus.
- Berdasarkan Penyebab:
- FA Valvular: Berhubungan dengan penyakit katup jantung, seperti stenosis mitral.
- FA Non-Valvular: Tidak terkait dengan penyakit katup.
Diagnosis
- Elektrokardiogram (EKG):
- Gelombang P tidak terlihat karena aktivitas listrik atrium yang kacau.
- Interval R-R tidak teratur.
- Kompleks QRS biasanya normal.
- RR dihitung selama 30 second
- Pemeriksaan Tambahan:
- Ekokardiografi: Menilai ukuran atrium, fungsi ventrikel, dan penyakit struktural jantung.
- Holter Monitoring: Mendeteksi FA episodik atau asimtomatik.
- Pemeriksaan Laboratorium: TSH untuk menilai hipertiroidisme, fungsi ginjal, dan elektrolit.
Komplikasi
- Tromboemboli:
- Stasis darah di atrium (terutama di atrial appendage) meningkatkan risiko terbentuknya bekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke.
- Gagal Jantung:
- FA dengan respons ventrikel yang cepat (tachycardia-induced cardiomyopathy).
Manajemen
- Kontrol Irama (Rhythm Control):
- Farmakologis: Obat antiaritmia (amiodarone, flecainide, sotalol).
- Non-Farmakologis: Kardioversi listrik terjadwal, ablasi kateter di vena pulmonalis.
- Kontrol Frekuensi (Rate Control):
- Obat: Beta-blocker, calcium channel blocker (diltiazem, verapamil), digoxin.
- Bertujuan menjaga denyut ventrikel <110 bpm saat istirahat (kontrol frekuensi lenient).
- Pencegahan Tromboemboli:
- Antikoagulan oral berdasarkan skor CHA₂DS₂-VAc:
- Warfarin atau DOAC (rivaroxaban, apixaban, dabigatran).
- Aspirin jika antikoagulan tidak memungkinkan.
- Antikoagulan oral berdasarkan skor CHA₂DS₂-VAc:
- Pendekatan Berdasarkan Pasien:
- Pasien tanpa gejala berat: Kontrol frekuensi lebih disukai.
- Pasien muda atau gejala berat: Kontrol irama lebih diutamakan.
Flutter Atrium
Flutter atrium adalah aritmia supraventrikular yang ditandai oleh aktivitas listrik atrium yang terorganisasi tetapi cepat dan teratur. Berbeda dengan fibrilasi atrium (yang aktivitas listriknya kacau), flutter atrium menghasilkan pola ritme yang lebih teratur tetapi tetap tidak normal.
Flutter atrium adalah aritmia dengan:
- Frekuensi atrium yang sangat cepat (biasanya 240–340 denyut per menit).
- Konduksi atrioventrikular (AV) yang menghasilkan respons ventrikel teratur atau tidak teratur, tergantung pada blokade di nodus AV (misalnya, 2:1, 3:1, atau 4:1).
- Aktivitas atrium pada EKG terlihat sebagai gelombang “sawtooth” (flutter wave) pada lead inferior (II, III, aVF).
Mekanisme Dasar
Flutter atrium terjadi akibat reentry makro dalam atrium, yang menciptakan impuls listrik yang berputar terus-menerus.
- Flutter Atrium typical tipe Counterclockwise (paling umum, 90% kasus):
- Sirkuit reentry berputar di sekitar isthmus cavo-tricuspid (area antara katup trikuspid dan vena cava inferior).
- Gelombang flutter negatif di lead inferior (II, III, aVF). Atrial flutter tampak jelas pada lead inferior karena orientasi sumbu elektrik atrium yang selaras dengan lead II, III, aVF.
- Flutter Atrium typical tipe Clockwise:
- Impuls berputar searah jarum jam.
- Gelombang flutter positif di lead inferior.
- Flutter Atrium Atypical:
- Mekanisme reentry bukan di sekitar isthmus cavo-tricuspid, sering disebabkan oleh jaringan parut atau ablasi sebelumnya.
Diagnosis
- Elektrokardiogram (EKG):
- Gelombang flutter (“sawtooth”): Aktivitas atrium teratur tanpa interval isolektrik jelas, memiliki undulasi.
- Frekuensi atrium: Biasanya 240–340 bpm.
- Konduksi AV: Blok AV biasanya 2:1 atau lebih tinggi, menghasilkan denyut ventrikel sekitar 120–170 bpm.
- Pemeriksaan Tambahan:
- Ekokardiografi: Untuk menilai fungsi jantung dan penyakit struktural.
- Holter Monitoring: Jika flutter atrium episodik atau sulit ditangkap pada EKG.
- Pemeriksaan laboratorium: Untuk menyingkirkan penyebab seperti hipertiroidisme atau gangguan elektrolit.
Komplikasi
- Tromboemboli:
- Stasis darah di atrium meningkatkan risiko pembentukan bekuan darah dan stroke, terutama jika flutter berlangsung lama.
- Gagal Jantung:
- Denyut ventrikel yang cepat dan berkepanjangan dapat menyebabkan kardiomiopati akibat takikardia.
- Transisi ke Fibrilasi Atrium:
- Flutter atrium sering berganti-ganti dengan fibrilasi atrium.
Manajemen
Manajemen flutter atrium meliputi pengendalian ritme, frekuensi, dan pencegahan komplikasi tromboemboli.
- Kontrol Ritme (Rhythm Control):
- Kardioversi Listrik:
- Sangat efektif untuk mengembalikan irama sinus (keberhasilan >90%).
- Ablasi Kateter:
- Ablasi jalur reentry di sekitar ismus cavo trikuspid adalah terapi definitif dengan tingkat keberhasilan tinggi.
- Kardioversi Listrik:
- Kontrol Frekuensi (Rate Control):
- Obat:
- Beta-blocker atau calcium channel blocker (diltiazem, verapamil) untuk memperlambat respons ventrikel.
- Obat:
- Antikoagulan:
- Menggunakan panduan skor CHA₂DS₂-VA (direkomendasikan bila skor > 2), antikoagulan oral (warfarin atau DOAC) direkomendasikan untuk mencegah stroke.
Skor CHA2DS2-VA mencakup beberapa faktor risiko utama, yaitu:
- C: Congestive heart failure (gagal jantung), +1 skor
- H: Hypertension (hipertensi), +1 skor
- A: Age ≥ 75 years (usia ≥ 75 tahun), +2 skor
- D: Diabetes mellitus (diabetes), +1 skor
- S: Stroke atau TIA sebelumnya (riwayat stroke atau serangan iskemik sementara), +2 skor
- V: Vascular disease (penyakit vaskular), +1 skor
- A: Age 65-74 years (usia 65-74 tahun), +1 skor
Takikardia Supraventrikular: AVNRT dan AVRT
Takikardia supraventrikular (TSV) adalah kelompok aritmia yang berasal dari atas ventrikel, melibatkan atrium atau nodus atrioventrikular (AV). Dua jenis utama TSV adalah AVNRT (Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia) dan AVRT (Atrioventricular Reentrant Tachycardia), yang merupakan aritmia akibat mekanisme reentry di sekitar atau melalui nodus AV.
Takikardia Reentry Nodus Atrioventrikular (AVNRT)
AVNRT adalah takikardia supraventrikular yang disebabkan oleh sirkuit reentry di dalam atau di sekitar nodus AV, memanfaatkan jalur lambat (slow pathway) dan cepat (fast pathway) di nodus AV. Pada konduksi normal, impuls dari atrium dihantarkan melalui nodus AV ke ventrikel dengan menggunakan fast pathway, sedangkan slow pathway tidak aktif dan tidak ikut berperan meski secara anatomi slow pathway itu ada. Sedangkan pada konduksi normal, tidak ada terjadi reentry
Mekanisme
Dua jalur dalam nodus AV:
- Fast pathway: Konduksi cepat tetapi periode refrakter (periode refrakter efektif (ERP)) lebih lama.
- Slow pathway: Konduksi lambat tetapi ERP lebih pendek.
- Trigger:
- Prematur atrial contraction (PAC) memulai impuls yang mendepolarisasi melalui jalur lambat (karena jalur cepat masih ERP).
- Setelah mencapai jalur cepat dari arah retrograd, impuls kembali ke atrium, membentuk sirkuit reentry.
- Konduksi:
- Impuls berulang kali mengelilingi nodus AV, menghasilkan takikardia dengan frekuensi ventrikel tinggi (biasanya 150–250 bpm).
Gambaran Klinis
- Gejala:
- Palpitasi mendadak dan teratur.
- Sesak napas.
- Pusing atau sinkop (jarang terjadi).
- Kadang asimtomatik.
- Pemeriksaan Fisik:
- Nadi cepat dan teratur.
- Denyut vena jugularis dapat menunjukkan gelombang atrium retrograd (cannon A wave).
Diagnosis
- Elektrokardiogram (EKG):
- Irama takikardia reguler dengan QRS sempit.
- Gelombang P sering sulit terlihat atau terlihat sebagai pseudo-S di lead inferior (II, III, aVF) atau pseudo-R di V1.
- Pseudo-R pada Lead V1 terjadi karena adanya gelombang retrograde P (depolarisasi atrium secara retrograde) terjadi sangat dekat dengan gelombang QRS. Karena posisi lead V1 di dinding kanan anterior, aktivitas atrium yang bergerak retrograde tampak seperti defleksi kecil positif setelah kompleks QRS, menyerupai gelombang R kecil (pseudo-R).
- Pseudo-S terjadi karena retrograde P terlihat sebagai defleksi kecil negatif setelah kompleks QRS. Hasilnya, tampak seperti gelombang S kecil (pseudo-S) di lead inferior (II, III, aVF).
- Pemeriksaan Tambahan:
- Ekokardiografi: Menyingkirkan penyakit struktural jantung.
- Studi elektrofisiologi: Konfirmasi diagnosis dan panduan ablasi.
Manajemen
- Terapi Akut:
- Manuver vagal (Valsalva, pijatan sinus karotis) untuk meningkatkan tonus parasimpatis dan memperlambat nodus AV.
- Adenosin IV: Memblokir konduksi nodus AV dan menghentikan sirkuit reentry. Dosis bolus cepat 6 mg IV diencerkan dengan 20 cc NS, dapat diulang 12 mg (sebanyak 2 kali).
- Beta-blocker atau calcium channel blocker (verapamil, diltiazem).
- Terapi Jangka Panjang:
- Ablasi Kateter: Menghancurkan jalur lambat dengan tingkat keberhasilan tinggi (>95%).
- Obat Anti-Aritmia: Seperti beta-blocker atau flecainide jika ablasi tidak memungkinkan.
Takikardia Reentry Atrioventrikular (AVRT)
AVRT adalah takikardia supraventrikular yang melibatkan jalur tambahan (accessory pathway, AP) di luar nodus AV, yang memungkinkan impuls listrik melingkar antara atrium dan ventrikel.
Klasifikasi
- Orthodromic AVRT:
- Impuls turun melalui nodus AV dan kembali melalui AP secara retrograd.
- Menyebabkan takikardia dengan QRS sempit.
- Antidromic AVRT:
- Impuls turun melalui AP dan kembali melalui nodus AV secara retrograd.
- Menyebabkan takikardia dengan QRS lebar.
Mekanisme
- AVRT memanfaatkan jalur tambahan AP (sering disebut jalur Kent pada WPW syndrome).
- Orthodromic AVRT: Konduksi anterograde melalui nodus AV → ventrikel → AP → atrium → siklus berulang.
- Antidromic AVRT: Konduksi anterograde melalui jalur AP → ventrikel → nodus AV → atrium → siklus berulang.
Gambaran Klinis
- Gejala:
- Palpitasi mendadak, biasanya lebih parah dibanding AVNRT.
- Sesak napas.
- Pusing atau sinkop.
- Pemeriksaan Fisik:
- Nadi cepat, biasanya teratur.
Diagnosis
- Elektrokardiogram (EKG):
- Orthodromic AVRT: QRS sempit, gelombang P retrograd sering terlihat setelah kompleks QRS.
- Antidromic AVRT: QRS lebar dengan pola menyerupai blok cabang atau pre-eksitasi.
- Pada AVRT tampak EKG downsloping > 2 mm (prediktor kuat untuk diagnosis AVRT)
- Orthodromic AVRT: QRS sempit, gelombang P retrograd sering terlihat setelah kompleks QRS.
- Studi Elektrofisiologi:
- Konfirmasi jalur tambahan(AP) dan tipe AVRT.
Manajemen
- Terapi Akut:
- Sama seperti AVNRT: manuver vagal, adenosin, beta-blocker, atau calcium channel blocker.
- Hindari adenosin atau AV nodal blocker pada WPW dengan fibrilasi atrium, karena dapat memperburuk pre-eksitasi.
- Terapi Definitif:
- Ablasi Kateter Jalur Tambahan: Tingkat keberhasilan tinggi untuk menghilangkan AVRT.
Komplikasi AVNRT dan AVRT
- Hemodinamik Tidak Stabil:
- Takikardia yang berkepanjangan dapat menyebabkan hipotensi atau syok.
- Fibrilasi Atrium atau Ventrikel:
- Pada AVRT dengan jalur tambahan yang memungkinkan konduksi cepat.
Perbedaan Utama AVNRT dan AVRT
Karakteristik | AVNRT | AVRT |
Mekanisme Reentry | Di dalam nodus AV | Melibatkan jalur tambahan |
QRS | Sempit | Sempit (orthodromic) atau lebar (antidromic) |
Gelombang P | Tidak terlihat | Retrograd, sebelum/di akhir QRS |
Terapi Definitif | Ablasi jalur lambat | Ablasi jalur tambahan |
Takikardia Ventrikular (TV)
Takikardia ventrikular (TV) adalah aritmia yang berasal dari ventrikel, ditandai oleh depolarisasi ventrikel cepat dan terorganisir, dengan frekuensi >100 denyut per menit. Berdasarkan morfologi pada EKG, TV dibagi menjadi monomorfik dan polimorfik.
Definisi
- Takikardia Ventrikular Monomorfik (TVM):
- Kompleks QRS memiliki bentuk yang seragam dan stabil pada setiap siklus.
- Biasanya berasal dari satu fokus ektopik atau jalur reentry tetap di ventrikel.
- Takikardia Ventrikular Polimorfik (TVP):
- Kompleks QRS memiliki bentuk yang bervariasi dari siklus ke siklus.
- Biasanya disebabkan oleh aktivitas ektopik multifokal atau jalur reentry dinamis.
- Salah satu bentuk TVP yang khas adalah torsades de pointes.
Mekanisme Dasar
- TV Monomorfik:
- Reentry Tetap: Akibat jaringan parut miokard, seperti setelah infark miokard.
- Fokus Ektopik Tunggal: Akibat iritabilitas listrik pada satu area ventrikel.
- TV Polimorfik:
- Aktivitas Ektopik Multifokal: Beberapa fokus di ventrikel menghasilkan impuls listrik yang tidak terkoordinasi.
- Reentry Dinamis: Berubahnya jalur sirkuit reentry secara terus-menerus.
Diagnosis
- Elektrokardiogram (EKG):
- TV Monomorfik:
- Kompleks QRS lebar (>120 ms), seragam pada setiap siklus.
- Ritme reguler.
- TV Polimorfik:
- Kompleks QRS lebar dengan morfologi berubah-ubah.
- Ritme tidak reguler.
- Torsades de Pointes: Pola QRS memutar di sekitar garis isolektrik, sering terkait dengan interval QT yang memanjang.
- TV Monomorfik:
- Ekokardiografi:
- Menilai fungsi ventrikel kiri dan adanya penyakit struktural jantung.
- Studi Elektrofisiologi:
- Mengidentifikasi lokasi fokus aritmia.
Penyebab
Takikardia Ventrikular Monomorfik:
- Infark Miokard Lama: Jaringan parut menyebabkan reentry tetap.
- Kardiomiopati Dilatasi: Memicu iritasi ventrikel.
- Ablasi atau Pembedahan Sebelumnya: Membentuk jalur reentry.
- Sindrom Brugada: Pada beberapa kasus.
Takikardia Ventrikular Polimorfik:
- Torsades de Pointes:
- Interval QT memanjang akibat hipokalemia, hipomagnesemia, atau obat-obatan (misalnya, antiaritmia kelas III seperti amiodaron).
- Penyakit genetik seperti Sindrom QT Panjang Kongenital.
- Iskemia Akut:
- Infark miokard akut sering memicu TVP.
- Gangguan Elektrolit:
- Hipokalemia, hipomagnesemia.
Manajemen
A. Terapi Akut:
- TV Monomorfik Stabil:
- Obat Anti-Aritmia:
- Amiodarone IV atau lidokain.
- Kardioversi Listrik Terjadwal: Jika tidak merespons obat.
- Obat Anti-Aritmia:
- TV Monomorfik Tidak Stabil:
- Kardioversi Listrik Segera: Mengembalikan irama sinus.
- TV Polimorfik Stabil (Non-Torsades):
- Identifikasi dan koreksi penyebab yang mendasari, seperti iskemia atau gangguan elektrolit.
- Torsades de Pointes:
- Magnesium Sulfat IV: Obat pilihan utama.
- Koreksi gangguan elektrolit (kalium, magnesium).
- Overdrive pacing jika torsades persisten.
B. Terapi Jangka Panjang:
- Pencegahan dengan ICD (Implantable Cardioverter-Defibrillator):
- Pada pasien berisiko tinggi (TV berulang, disfungsi ventrikel berat).
- Ablasi Kateter:
- Ablasi fokus ektopik atau jalur reentry pada TV monomorfik.
- Pengobatan Farmakologis:
- Beta-blocker: Untuk mencegah aritmia pada pasien dengan infark miokard atau disfungsi ventrikel.
- Amiodarone: Pada pasien dengan TV rekuren yang tidak dapat dilakukan ablasi atau ICD, khusus non-torsades.
- Perawatan Penyebab Utama:
- Reperfusi miokard pada iskemia akut.
- Koreksi gangguan elektrolit.
Morfologi VT pada EKG | Lokasi Kemungkinan Origin | Lokasi Spesifik |
RBBB-like, inferior axis (positive II dan III) | LV | Negatif I: anterosuperior |
LBBB-like, inferior axis | RV | Positve I: Inflow Negative I: RVOT |
RBBB-like, superior axis (negative II dan III) | LV | Positif I: inferoposterior |
LBBB-like, superior axis | RV | Positive I: apikal |
Fibrilasi Ventrikular (FV)
Fibrilasi ventrikular (FV) adalah aritmia ventrikel yang ditandai oleh aktivitas listrik ventrikel yang sangat cepat, tidak terorganisir, dan tidak efektif. Pada FV, ventrikel kehilangan kemampuan untuk berkontraksi secara terkoordinasi, sehingga menyebabkan gagal pompa jantung yang berujung pada henti jantung.
Mekanisme
FV terjadi akibat disorganisasi impuls listrik di ventrikel yang melibatkan jalur reentry multipel atau aktivitas ektopik yang tidak terkoordinasi.
Proses Mekanisme
- Reentry Multipel:
- Sirkuit listrik yang berputar di berbagai area ventrikel menyebabkan aktivitas yang kacau.
- Akibatnya, ventrikel tidak mampu menghasilkan kontraksi sinkron.
- Pemicu Aktivitas Ektopik:
- Fokus-fokus listrik abnormal memulai impuls di ventrikel tanpa adanya pengaturan dari nodus AV.
- Efek:
- Tidak ada pengisian ventrikel yang efektif.
- Output jantung menurun ke nol, menyebabkan kolaps hemodinamik.
Penyebab
A. Penyebab Jantung:
- Iskemia atau Infark Miokard Akut:
- Merupakan penyebab paling umum FV pada orang dewasa.
- Kardiomiopati:
- Kardiomiopati dilatasi atau hipertrofik meningkatkan risiko FV.
- Sindrom Genetik:
- Sindrom Brugada.
- Sindrom QT Panjang (bisa berkembang menjadi torsades de pointes, lalu FV).
- Penyakit Jantung Valvular:
- Regurgitasi mitral berat atau stenosis aorta.
- Trauma Miokard:
- Miokarditis atau trauma langsung ke jantung.
B. Penyebab Non-Jantung:
- Gangguan Elektrolit:
- Hipokalemia, hipomagnesemia, atau hiperkalemia.
- Overdosis Obat:
- Digitalis, antiaritmia (kelas I dan III).
- Kejutan Listrik:
- Contoh: tersambar petir atau trauma listrik.
- Hipo-/Hipertemia:
- Suhu tubuh ekstrem dapat memicu FV.
Diagnosis
Elektrokardiogram (EKG):
- Aktivitas ventrikel tidak terorganisir:
- Tidak ada gelombang P, kompleks QRS, atau gelombang T yang jelas.
- Irama chaotic dengan amplitudo dan frekuensi gelombang yang tidak beraturan.
Diagnosis Klinis:
- Henti Jantung: Diagnosis FV ditegakkan pada pasien dengan kehilangan kesadaran mendadak, tidak ada nadi, dan kolaps hemodinamik, dikonfirmasi oleh EKG.
Manajemen
A. Terapi Darurat:
- Defibrilasi Listrik:
- Intervensi Utama: Defibrilasi cepat menggunakan defibrillator eksternal otomatis (AED) atau manual.
- Energi awal untuk defibrilasi:
- Defibrillator bifasik: 120–200 Joule.
- Defibrillator monofasik: 360 Joule.
- Resusitasi Jantung Paru (RJP):
- Dilakukan sebelum dan setelah defibrilasi untuk menjaga perfusi minimal ke otak dan organ vital lainnya.
- Pemberian Obat:
- Epinefrin IV: Diberikan setiap 3–5 menit untuk meningkatkan aktivitas listrik jantung.
- Amiodarone atau Lidokain IV: Diberikan jika FV berlanjut setelah defibrilasi.
- Koreksi Penyebab yang Mendasar:
- Gangguan Elektrolit: Koreksi kalium dan magnesium.
- Iskemia Miokard: Reperfusi segera dengan angioplasti atau trombolitik jika FV terjadi akibat infark miokard akut.
B. Terapi Pasca-Resusitasi (ROSC – Return of Spontaneous Circulation):
- Perawatan Intensif:
- Observasi ketat fungsi vital di ICU.
- Evaluasi Penyebab:
- Ekokardiografi: Untuk menilai fungsi ventrikel dan kelainan struktural.
- Koronografi: Pada pasien dengan FV akibat iskemia.
- ICD (Implantable Cardioverter-Defibrillator):
- Dipasang pada pasien dengan risiko tinggi FV rekuren atau henti jantung mendadak.
Prognosis
- Faktor Penentu:
- Waktu dari kolaps hingga defibrilasi sangat memengaruhi hasil.
- Setiap menit penundaan defibrilasi menurunkan peluang hidup sebesar 7-10%.
- Angka Keselamatan:
- Dengan defibrilasi cepat, tingkat kelangsungan hidup mencapai 50–70%.
- Komplikasi:
- Kerusakan otak hipoksik akibat perfusi otak yang buruk selama henti jantung.
- Risiko FV rekuren jika penyebab tidak diatasi.
Sindrom QT Panjang (LQTS) dan Torsades de Pointes (TdP)
- Sindrom QT Panjang (LQTS): Suatu kondisi elektrofisiologi di mana interval QT pada EKG memanjang (>440 ms pada pria, >460 ms pada wanita), yang mencerminkan repolarisasi ventrikel yang lambat. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya aritmia ventrikel, termasuk torsades de pointes (TdP).
- Torsades de Pointes (TdP): Aritmia ventrikel polimorfik yang sering dikaitkan dengan pemanjangan QT. Ditandai dengan perubahan amplitudo dan orientasi kompleks QRS secara khas pada EKG, membentuk pola “memutar di sekitar garis isoelektrik”. TdP merupakan subtipe dari ventrikel takikardia polimorfik, namun tidak semua VT polimorfik adalah TdP, jadi perlu dibedakan dengan cara menilai dari QTc.
Menghitung QTc selama VT memang sulit karena gelombang T tidak jelas, tetapi ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan:
1. Metode Langsung (Jika T wave Terlihat)
Jika ada lead yang masih menunjukkan gelombang T yang dapat diidentifikasi (misalnya di awal atau akhir VT, atau dalam lead dengan morfologi lebih jelas), maka:
- Ukur QT pada lead terbaik (dari onset Q ke akhir T).
- Koreksi dengan rumus Bazett atau Fridericia (lebih baik jika ada takikardia).
2. Metode Tidak Langsung (Saat T wave Tidak Jelas)
Jika sulit menentukan akhir T wave, gunakan QTc sebelum onset VT (dari ritme sinus atau baseline EKG).
- Jika QTc sudah memanjang sebelum VT, besar kemungkinan VT tersebut adalah TdP.
- Jika QTc normal sebelum VT, kemungkinan besar bukan TdP, melainkan VT polimorfik akibat iskemia atau mekanisme lain.
3. Menggunakan Post-Conversion QTc
Jika pasien mengalami kardioversi atau konversi spontan ke sinus rhythm, periksa QTc segera setelah VT berhenti.
- Jika QTc tetap memanjang setelah konversi, kemungkinan VT tadi adalah TdP.
Kesimpulan:
- Jika memungkinkan, gunakan lead yang masih menunjukkan T wave.
- Jika tidak memungkinkan, gunakan QTc sebelum atau setelah episode VT untuk membantu menentukan apakah itu TdP atau VT polimorfik non-TdP.
Mekanisme Dasar
Sindrom QT Panjang:
- Repolarisasi Memanjang:
- Disebabkan oleh gangguan keseimbangan arus ion selama fase repolarisasi, terutama penurunan arus kalium keluar (IKr, IKs) atau peningkatan arus natrium/kalsium masuk.
- Afterdepolarisasi Awal (EAD):
- Pemanjangan repolarisasi memungkinkan depolarisasi tambahan selama fase 2 atau 3 aksi potensial, memicu impuls abnormal.
- Reentry Mikro:
- EAD dapat memicu sirkuit reentry yang menyebabkan aritmia seperti TdP.
Torsades de Pointes:
- Pemanjangan QT:
- Interval QT panjang menjadi substrat elektrik untuk TdP.
- Pemicu:
- Sering dipicu oleh EAD.
- Reentry Dinamis:
- Pola kompleks QRS polimorfik muncul akibat perubahan jalur impuls listrik.
Etiologi
Sindrom QT Panjang:
- Kongenital:
- Mutasi genetik yang memengaruhi kanal ion, terutama gen KCNQ1, KCNH2, atau SCN5A.
- Subtipe LQTS:
- LQT1: Terkait aktivitas fisik atau olahraga.
- LQT2: Dipicu oleh stres emosional atau suara mendadak.
- LQT3: Sering terjadi saat tidur.
- Didapat:
- Obat-obatan: Antiaritmia (kelas IA, III), antibiotik (makrolida, fluorokuinolon), antipsikotik, antidepresan.
- Gangguan elektrolit: Hipokalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
- Penyakit lain: Iskemia miokard, bradikardia berat.
Torsades de Pointes:
- Sebagian besar terjadi pada kondisi LQTS, terutama akibat pemanjangan QT didapat atau gangguan elektrolit.
Gambaran Klinis
Sindrom QT Panjang:
- Gejala:
- Palpitasi.
- Sinkop berulang, terutama pada stres emosional atau aktivitas fisik.
- Henti jantung mendadak akibat TdP atau fibrilasi ventrikel.
- Pemeriksaan Fisik:
- Biasanya normal kecuali saat episode sinkop.
Torsades de Pointes:
- Gejala:
- Sinkop mendadak atau kehilangan kesadaran sementara.
- Jika TdP berlanjut, dapat berkembang menjadi fibrilasi ventrikel dan menyebabkan henti jantung.
- Pemeriksaan Fisik:
- Tidak ada nadi atau tekanan darah jika TdP berlangsung lama.
Diagnosis
- Elektrokardiogram (EKG):
- Sindrom QT Panjang:
- Interval QT memanjang (>440 ms pria, >460 ms wanita).
- Gelombang T abnormal (terbalik, bifasik).
- Torsades de Pointes:
- Kompleks QRS polimorfik dengan pola “berputar” di sekitar garis isoelektrik.
- Biasanya terjadi secara intermiten.
- Sindrom QT Panjang:
- Skor Risiko LQTS:
- Berdasarkan durasi QT, riwayat klinis, dan faktor genetik.
- Tes Genetik:
- Untuk LQTS kongenital.
- Tes Laboratorium:
- Evaluasi gangguan elektrolit (kalium, magnesium, kalsium).
Penatalaksanaan
A. Sindrom QT Panjang:
- Koreksi Faktor yang Memperpanjang QT:
- Hindari obat yang memanjangkan QT (Amiodaron, Sotalol & Procainamide → Dapat memperpanjang QT interval dan memperburuk TdP.)
- Koreksi gangguan elektrolit (kalium >4 mEq/L, magnesium >2 mg/dL).
- Pengobatan:
- Beta-blocker: Efektif pada LQTS kongenital (LQT1, LQT2).
- Mexiletine atau Natrium Hipertonik: Digunakan untuk LQT3 (memperpendek QT).
- ICD (Implantable Cardioverter-Defibrillator):
- Indikasi pada pasien berisiko tinggi henti jantung mendadak.
B. Torsades de Pointes:
- Penghentian Episode Akut:
- Defibrilasi Listrik: Pada pasien tidak sadar tanpa nadi.
- Magnesium Sulfat IV: Obat pilihan utama, bahkan jika kadar magnesium normal. Dosis: 1-2 gram IV bolus selama 5-10 menit, dapat diulang jika perlu. Efek: Menstabilkan membran sel jantung dan mencegah afterdepolarization yang menyebabkan TdP.
- Overdrive Pacing: digunakan untuk mencegah episode berulang TdP dengan cara menaikkan denyut jantung (target denyut jantung: 90-110 bpm) dan memperpendek interval QT. TdP sering dipicu oleh bradikardia atau pause-dependent arrhythmia, di mana interval QT yang panjang menyebabkan early afterdepolarization (EAD).
- Isoproterenol: Untuk meningkatkan denyut jantung dan mengurangi pemanjangan QT akibat bradikardia (bila overdrive pacing tidak dapat dilakukan). Jika tidak tersedia, alternatif lain adalah dopamin IV dosis rendah (2–10 mcg/kg/min) dan dobutamin IV (5-10 mcg/kg/min).
- Koreksi Gangguan Elektrolit:
- Kalium (≥4 mEq/L).
- Magnesium (≥2 mg/dL).
- Pencegahan:
- Menghindari faktor pemicu, seperti obat-obatan atau gangguan elektrolit.
Blok Atrio-Ventrikular (Blok AV)
Blok atrioventrikular (AV block) adalah gangguan konduksi listrik dari atrium ke ventrikel melalui nodus AV atau sistem His-Purkinje. Blok ini diklasifikasikan menjadi derajat 1, 2, dan 3 berdasarkan tingkat keparahan gangguan konduksi. AV block termasuk dalam sindrom AV Node Dysfunction (AVND).
Blok AV Derajat 1
Blok AV derajat 1 adalah pemanjangan interval PR (>200 ms atau 5 kotak kecil pada EKG) tanpa adanya kehilangan impuls atrial menuju ventrikel.
Mekanisme
- Konduksi listrik melalui nodus AV melambat tetapi tetap mencapai ventrikel.
Penyebab
- Fisiologis:
- Tonus parasimpatis yang tinggi (misalnya pada atlet).
- Patologis:
- Penyakit degeneratif pada sistem konduksi.
- Iskemia miokard yang melibatkan nodus AV.
- Obat-obatan:
- Beta-blocker, calcium channel blocker, digoksin.
Gambaran Klinis
- Biasanya asimtomatik.
- Ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan EKG.
EKG
- Interval PR >200 ms.
- Gelombang P diikuti oleh kompleks QRS pada setiap siklus.
Manajemen
- Tidak memerlukan terapi khusus jika asimtomatik.
- Evaluasi penyebab yang mendasari (misalnya, penghentian obat).
Blok AV Derajat 2
Blok AV derajat 2 adalah kegagalan intermiten konduksi impuls atrial ke ventrikel. Dibagi menjadi dua tipe:
- Tipe I (Wenckebach atau Mobitz I): Interval PR memanjang secara progresif hingga satu gelombang P tidak diikuti oleh kompleks QRS.
- Tipe II (Mobitz II): Interval PR konstan, tetapi beberapa gelombang P tidak diikuti oleh kompleks QRS.
Tipe I (Wenckebach/Mobitz I)
- Mekanisme:
- Penurunan progresif pada konduksi nodus AV hingga impuls terblokir.
- Penyebab:
- Penyakit degeneratif nodus AV.
- Tonus vagal yang meningkat.
- Obat-obatan seperti digoksin, beta-blocker.
- Gambaran Klinis:
- Biasanya asimtomatik, tetapi bisa menyebabkan palpitasi atau sinkop ringan.
- EKG:
- Interval PR memanjang progresif.
- Kompleks QRS terputus secara intermiten.
- Manajemen:
- Tidak memerlukan terapi jika asimtomatik.
- Penghentian obat yang memperburuk blok.
Tipe II (Mobitz II)
- Mekanisme:
- Gangguan di bawah nodus AV, sering kali pada berkas His atau cabang bundle.
- Penyebab:
- Penyakit sistem konduksi, seperti fibrosis atau infark miokard.
- Penyakit autoimun atau infeksi yang menyerang konduksi.
- Gambaran Klinis:
- Gejala lebih berat seperti pusing, sinkop, atau presinkop akibat penurunan curah jantung.
- EKG:
- Interval PR tetap konstan pada siklus normal.
- Kompleks QRS menghilang secara tiba-tiba tanpa pola memanjang PR.
- Manajemen:
- Pacemaker permanen: Indikasi utama karena risiko progresi ke blok AV derajat 3.
AV block derajat 2 dengan “fixed ratio block”
AV block derajat 2 terjadi ketika beberapa impuls dari atrium gagal diteruskan ke ventrikel. Pada “fixed ratio block”, rasio antara gelombang P yang konduktif terhadap QRS tetap konsisten. Contohnya:
- 2:1 block: Satu gelombang P diikuti oleh QRS, tetapi gelombang P berikutnya tidak diikuti QRS.
- 3:1 block: Hanya satu dari setiap tiga gelombang P yang diteruskan ke ventrikel.
AV block derajat 2 dengan “high grade”
AV vlock derajat 2 dengan pola fixed ratio block 4:1, dimana salah satu P di-ikuti dengan QRS. Cara membedakan high grade AV block derajat 2 dengan TAVB dengan melihat salah satu P di-ikuti oleh QRS selalu dengan interval (jarak) yang sama.
Blok AV Derajat 3 (Komplet)
Blok AV derajat 3 adalah kegagalan total konduksi impuls dari atrium ke ventrikel, sehingga atrium dan ventrikel berkontraksi secara independen (dissosiasi atrioventrikular).
Mekanisme
- Tidak ada impuls atrial yang mencapai ventrikel.
- Ventrikel dikendalikan oleh fokus ektopik di bawah blok, menghasilkan ritme pelarian ventrikel yang lambat.
Penyebab
- Penyakit Degeneratif:
- Penyakit Lev atau Lenègre (fibrosis sistem konduksi).
- Iskemia Miokard:
- Infark miokard inferior (blok nodus AV).
- Infark miokard anterior (blok distal).
- Infeksi:
- Endokarditis, miokarditis, penyakit Lyme.
- Obat-obatan:
- Overdosis digoksin, beta-blocker, atau calcium channel blocker.
- Kongenital:
- Blok AV kongenital pada bayi.
Gambaran Klinis
- Gejala berat akibat bradikardia:
- Pusing, sinkop, nyeri dada.
- Henti jantung atau gagal jantung pada kasus berat.
EKG
- Dissosiasi gelombang P dan QRS:
- Gelombang P dengan frekuensi lebih cepat daripada QRS.
- Ritme pelarian ventrikel lambat (30–50 bpm, QRS lebar) atau ritme junctional (40–60 bpm, QRS sempit).
Tipe-Tipe Berdasarkan Lokasi Blok
Tipe TAVB | Lokasi | QRS | Escape Rhythm | Respon Atropin | Prognosis |
---|---|---|---|---|---|
Supra-Hisian (AV node) | AV node | Sempit | Junctional (40–60 bpm) | Bisa membaik | Lebih baik, bisa reversibel |
Intra-Hisian | Bundel His | Sempit atau Lebar | Junctional atau Ventrikular | Tidak responsif | Lebih buruk, butuh pacemaker |
Infra-Hisian (Purkinje) | Cabang Purkinje | Lebar | Ventrikular (<40 bpm) | Tidak responsif | Sangat buruk, risiko asistol tinggi |
Praktis:
- Jika TAVB dengan QRS sempit → Kemungkinan AV node, lebih jinak.
- Jika TAVB dengan QRS lebar & lambat → Kemungkinan infra-Hisian, harus segera pacemaker.
Manajemen
- Terapi Darurat:
- Atropin IV: Meningkatkan denyut jantung pada blok nodus AV.
- Isoproterenol IV: Meningkatkan kecepatan ritme ventrikel.
- Pacing transkutan atau transvena: Digunakan sementara, terutama tipe intra- dan infra-hisian.
- Terapi Definitif:
- Pacemaker permanen: Diperlukan untuk semua pasien dengan blok AV derajat 3.
Ringkasan Tabel
Karakteristik | Blok AV Derajat 1 | Blok AV Derajat 2 | Blok AV Derajat 3 |
Konduksi Impuls | Melambat, semua diteruskan | Sebagian diteruskan | Tidak ada impuls diteruskan |
Interval PR | Memanjang (>200 ms) | Memanjang progresif (Tipe I) / Konstan (Tipe II) | Dissosiasi total P-QRS |
Kompleks QRS | Normal | Hilang secara intermiten | Ritme pelarian ventrikel |
Gejala | Asimtomatik | Pusing, sinkop ringan (Tipe II lebih berat) | Sinkop, gagal jantung |
Manajemen | Observasi | Tipe I: Observasi, Tipe II: Pacemaker | Pacemaker permanen |
Blok Intraventrikular (LBBB dan RBBB)
Blok intraventrikular adalah gangguan konduksi listrik di salah satu cabang bundle (bundle branch) dari sistem His-Purkinje. Gangguan ini menyebabkan depolarisasi ventrikel yang melambat dan tidak sinkron, menghasilkan pola khas pada elektrokardiogram (EKG).
Blok Cabang Kanan (Right Bundle Branch Block, RBBB)
Blok RBBB adalah gangguan konduksi pada cabang kanan bundle His, sehingga depolarisasi ventrikel kanan tertunda dan terjadi melalui jalur alternatif.
Mekanisme
- Impuls listrik melewati cabang kiri untuk mendepolarisasi ventrikel kiri lebih dahulu.
- Depolarisasi ventrikel kanan terjadi belakangan melalui konduksi intervensikular.
Penyebab
- Fisiologis:
- RBBB tidak selalu menunjukkan patologi pada individu sehat.
- Patologis:
- Penyakit Jantung:
- Penyakit jantung iskemik (MI).
- Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
- Emboli paru.
- Kongenital:
- Defek septum atrium.
- Tetralogi Fallot.
- Penyakit Jantung:
Gambaran Klinis
- Biasanya asimtomatik.
- Pada kasus berat, dapat menyebabkan gejala gagal jantung atau aritmia.
EKG
- Ciri Khas:
- Kompleks QRS melebar (>120 ms).
- Gelombang RSR’ (“rabbit ears”) di lead V1-V2.
- Gelombang S lebar dan mendalam di lead I, aVL, V5-V6.
- Depresi ST dan inversi T di lead prekordial kanan.
- Aksis QRS:
- Normal atau deviasi kanan.
Manajemen
- Tidak memerlukan terapi khusus jika tanpa gejala.
- Pengobatan difokuskan pada penyakit yang mendasari (misalnya, emboli paru).
Blok Cabang Kiri (Left Bundle Branch Block, LBBB)
Blok LBBB adalah gangguan konduksi pada cabang kiri bundle His, sehingga depolarisasi ventrikel kiri tertunda dan terjadi melalui jalur alternatif.
Mekanisme
- Depolarisasi ventrikel kanan terjadi lebih dulu melalui cabang kanan.
- Depolarisasi ventrikel kiri terjadi belakangan melalui transmisi lambat di miokardium.
Penyebab
- Penyakit Jantung:
- Penyakit Jantung Iskemik: Infark miokard.
- Penyakit Hipertensi: Hipertrofi ventrikel kiri.
- Kardiomiopati: Dilatasi atau restriktif.
- Gangguan Konduksi Degeneratif:
- Penyakit Lev atau Lenègre.
Gambaran Klinis
- Dapat asimtomatik.
- Jika disertai penyakit mendasar, gejalanya meliputi gagal jantung, sinkop, atau aritmia.
EKG
- Ciri Khas:
- Kompleks QRS melebar (>120 ms).
- Gelombang monofasik R di lead I, aVL, V5-V6.
- Gelombang QS atau rS di lead V1-V3.
- Depresi ST dan inversi T di lead lateral (I, aVL, V5-V6).
- Aksis QRS:
- Deviasi kiri dapat ditemukan.
Manajemen
- Fokus pada pengobatan penyakit yang mendasari.
- Pada gagal jantung dengan LBBB (QRS ≥150 ms), pertimbangkan terapi resinkronisasi jantung (cardiac resynchronization therapy, CRT).
Perbedaan RBBB dan LBBB
Karakteristik | RBBB | LBBB |
QRS | >120 ms | >120 ms |
V1-V2 | Gelombang RSR’ (“rabbit ears”) | QS atau rS |
V5-V6 | Gelombang S lebar | Gelombang monofasik R |
Aksis | Normal atau deviasi kanan | Normal atau deviasi kiri |
Penyebab Utama | PPOK, emboli paru, defek septum atrium | Penyakit jantung iskemik, hipertrofi LV |
Prognosis | Biasanya jinak pada individu sehat | Lebih sering terkait penyakit serius |
Blok Intraventrikular Non-Spesifik
- Gangguan konduksi yang tidak sesuai pola RBBB atau LBBB.
- QRS >120 ms dengan perubahan morfologi yang tidak spesifik.
Penyebab
- Penyakit miokard difus (kardiomiopati).
- Infark miokard lama dengan kerusakan luas.
Manajemen
- Fokus pada evaluasi dan terapi penyakit yang mendasari.
Signifikansi Klinis
- RBBB:
- Biasanya jinak pada individu sehat.
- Namun, pada kondisi akut (misalnya, emboli paru), RBBB dapat menjadi tanda penting.
- LBBB:
- Sering menunjukkan penyakit struktural jantung.
- LBBB baru pada pasien dengan nyeri dada dianggap sebagai tanda infark miokard akut hingga terbukti sebaliknya.
- Blok Intraventrikular Non-Spesifik:
- Memerlukan evaluasi lebih lanjut karena sering menunjukkan penyakit miokard yang signifikan.
Sindrom Sick Sinus (Sick Sinus Syndrome, SSS)
Sindrom sick sinus (SSS) adalah disfungsi nodus sinoatrial (SA) yang menyebabkan gangguan pada pembentukan atau transmisi impuls listrik jantung, yang mengakibatkan berbagai jenis bradiaritmia atau kombinasi bradiaritmia dan takiaritmia.
Patofisiologi
Nodus SA adalah “pacemaker” utama jantung yang mengontrol ritme jantung. Pada SSS, fungsi nodus SA terganggu karena:
- Fibrosis degeneratif: Penyebab paling umum pada populasi lanjut usia.
- Iskemia: Penyakit arteri koroner yang memengaruhi suplai darah ke nodus SA.
- Inflamasi atau infiltrasi: Miokarditis, amiloidosis, atau hemochromatosis.
- Gangguan elektrolit: Hiperkalemia, hipotiroidisme.
- Efek obat: Obat-obatan seperti beta-blocker, calcium channel blocker, atau digoksin yang memperlambat nodus SA.
Akibatnya, terdapat gangguan intrinsik pada kemampuan nodus SA untuk:
- Menghasilkan impuls secara teratur.
- Mentransmisikan impuls ke atrium dengan efisien.
Tipe Sindrom Sick Sinus
- Bradikardia Sinus Kronik:
- Denyut jantung istirahat sangat lambat (<60 bpm), tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh.
- Disebabkan oleh penurunan otomatisitas nodus SA.
- Henti atau Pausa Sinus:
- Penghentian aktivitas nodus SA untuk sementara waktu.
- Jika nodus SA tidak segera aktif kembali, ritme ektopik dari fokus lain dapat muncul seperti pada ventrikel yang dapat menyebabkan juctional atau ritme ventricular.
- Blok Sinoatrial (SA):
- Gangguan konduksi impuls dari nodus SA ke atrium, menyebabkan hilangnya gelombang P sementara.
- Sindrom Bradikardia-Takikardia:
- Kombinasi bradikardia dengan episode takiaritmia atrium, seperti fibrilasi atrium atau flutter atrium.
- Takikardia sering kali diikuti oleh periode asistol karena penekanan otomatisitas nodus SA.
Manifestasi Klinis
- Gejala Umum:
- Pusing atau presinkop.
- Sinkop berulang.
- Kelelahan kronis.
- Dispnea saat aktivitas.
- Gejala Tambahan:
- Palpitasi (pada sindrom bradikardia-takikardia).
- Nyeri dada atau gejala gagal jantung akibat curah jantung yang menurun.
Pemeriksaan Penunjang
- Elektrokardiogram (EKG):
- Bradikardia sinus kronik: Ritme sinus lambat (<60 bpm).
- Pausa sinus atau blok SA: Hilangnya gelombang P dan QRS secara intermiten.
- Sindrom bradikardia-takikardia: Episode fibrilasi atrium dengan jeda asistol pasca konversi ritme.
- Monitoring Holter 24 Jam:
- Berguna untuk mendeteksi gangguan ritme episodik.
- Tes Provokasi:
- Tes atropin atau isoproterenol: Untuk mengevaluasi respons nodus SA terhadap stimulasi.
- Tilt-table test: Jika sinkop dicurigai terkait gangguan otonom.
- Ekokardiografi:
- Untuk mengevaluasi struktur jantung dan fungsi ventrikel.
- Studi Elektrofisiologi (EP):
- Untuk diagnosis definitif, termasuk pengukuran waktu pemulihan nodus SA (SNRT).
Diagnosis Banding
- Blok AV:
- Berbeda dari SSS karena blok terjadi pada level nodus AV, bukan nodus SA.
- Fibrilasi Atrium dengan Bradycardia:
- Bradycardia disebabkan oleh pengobatan, bukan disfungsi nodus SA.
- Gangguan otonom:
- Disfungsi otonom dapat menyebabkan gejala serupa.
Manajemen
- Konservatif:
- Penyesuaian atau penghentian obat yang memperburuk bradikardia.
- Koreksi gangguan elektrolit atau kondisi metabolik (misalnya, hipotiroidisme).
- Medikamentosa:
- Untuk sindrom bradikardia-takikardia:
- Penggunaan obat antiaritmia seperti beta-blocker atau amiodaron untuk mengontrol takikardia atrium.
- Untuk sindrom bradikardia-takikardia:
- Intervensi:
- Pemasangan Pacemaker Permanen (PPM):
- Indikasi utama pada SSS yang simptomatik atau menyebabkan asistol.
- Mode pacemaker yang umum digunakan adalah DDD (dual-chamber pacing) atau AAI (atrial pacing) jika fungsi AV normal.
- Pemasangan Pacemaker Permanen (PPM):
Sinus Node Dysfunction (SND)
Sinus Node Dysfunction (SND) adalah gangguan pada fungsi nodus sinoatrial, yaitu struktur kecil di jantung yang berfungsi sebagai pacemaker alami. Nodus ini terletak di atrium kanan jantung dan bertanggung jawab untuk menghasilkan impuls listrik yang mengatur ritme dan kecepatan detak jantung. Ketika fungsi nodus sinoatrial terganggu, ritme jantung menjadi tidak normal, yang dapat menyebabkan bradikardia (denyut jantung yang terlalu lambat), jeda sinus, atau bahkan gangguan lain yang lebih kompleks.
SND merupakan bagian dari SSS, definisi SND merujuk pada kasus yang lebih spesifik seperti sinus pause dan sinus arrest.
Prinsip Studi Elektrofisiologi (EPS)
Studi Elektrofisiologi (Electrophysiological Study, EPS) adalah prosedur diagnostik invasif yang digunakan untuk mengevaluasi sistem konduksi listrik jantung. EPS bertujuan untuk mendeteksi, memetakan, dan mengobati gangguan irama jantung (aritmia).
Tujuan EPS
- Diagnosis:
- Mengidentifikasi mekanisme aritmia.
- Menentukan lokasi fokus ektopik atau jalur aksesori.
- Mengevaluasi fungsi nodus SA, nodus AV, dan jalur His-Purkinje.
- Stratifikasi Risiko:
- Menilai risiko aritmia fatal seperti takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel.
- Mengevaluasi risiko kematian mendadak pada pasien dengan kardiomiopati atau penyakit jantung struktural.
- Terapi:
- Sebagai panduan untuk ablasi kateter.
- Menentukan efektivitas terapi antiaritmia.
Indikasi EPS
- Gangguan Irama Supraventrikular:
- Takikardia supraventrikular (AVNRT, AVRT, atrial tachycardia).
- Fibrilasi atrium atau flutter atrium refrakter terhadap terapi medikamentosa.
- Gangguan Irama Ventrikular:
- Takikardia ventrikel monomorfik atau polimorfik.
- Fibrilasi ventrikel idiopatik.
- Bradiaritmia:
- Evaluasi nodus SA atau blok atrioventrikular (AV).
- Kejadian Sinkop:
- Jika penyebab tidak diketahui setelah evaluasi non-invasif (misalnya, tilt-table test).
- Pre-Evaluasi Terapi:
- Sebelum pemasangan perangkat seperti ICD (implantable cardioverter-defibrillator).
Persiapan Pasien
- Pemeriksaan Pendahuluan:
- Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
- Pemeriksaan EKG 12 lead, Holter monitoring, atau rekaman loop event untuk deteksi aritmia sebelumnya.
- Penghentian Obat:
- Obat-obatan antiaritmia biasanya dihentikan beberapa hari sebelum prosedur untuk mendapatkan hasil yang murni.
- Persiapan Fisik:
- Puasa minimal 6-8 jam sebelum prosedur.
- Pemasangan jalur intravena untuk administrasi obat atau cairan.
Teknik dan Prosedur EPS
- Lokasi dan Akses Vaskular:
- Akses melalui vena femoralis, jugularis, atau subklavia.
- Kateter elektroda dimasukkan dan diarahkan ke berbagai lokasi di jantung, seperti:
- Atrium kanan.
- Ventrikel kanan.
- His bundle.
- Perekaman Aktivitas Listrik:
- Kateter elektroda mencatat sinyal listrik dari sistem konduksi.
- Aktivitas diukur dari berbagai area untuk memetakan jalur konduksi normal dan abnormal.
- Stimulasi Programmed Electrical Stimulation:
- Pacing dilakukan untuk memicu atau menghentikan aritmia.
- Pengujian mencakup:
- Sinus Node Recovery Time (SNRT): Untuk mengevaluasi fungsi nodus SA.
- Waktu Refaktori (ERP): Interval terpendek antara dua impuls yang dapat ditransmisikan.
- Induksi Takikardia: Memancing takikardia ventrikel atau supraventrikular untuk diagnosis dan terapi.
- Analisis dan Pemetaan Aritmia:
- Mapping:
- Lokasi fokus ektopik atau jalur aksesori diidentifikasi.
- Activation Mapping: Untuk memahami urutan aktivasi.
- Entrainment Mapping: Untuk menilai aritmia reentran.
- Mapping:
- Ablasi Kateter (Jika Diperlukan):
- Menggunakan energi frekuensi radio (radiofrequency ablation, RFA) atau cryoablation untuk menghancurkan area yang menyebabkan aritmia.
Hasil yang Diamati pada EPS
- Gangguan Irama Supraventrikular:
- AVNRT: Reentry terjadi pada nodus AV.
- AVRT: Aktivitas reentry melalui jalur aksesori seperti pada WPW.
- Fibrilasi atrium: Aktivitas atrium yang kacau.
- Gangguan Irama Ventrikular:
- Fokus ektopik atau jalur reentry di ventrikel.
- Bradiaritmia:
- Disfungsi nodus SA (pausa sinus atau waktu pemulihan yang lama).
- Blok AV derajat tinggi.
Komplikasi Potensial EPS
- Komplikasi Minor:
- Hematoma atau perdarahan di tempat akses vaskular.
- Nyeri dada sementara akibat stimulasi.
- Komplikasi Mayor:
- Perforasi jantung atau tamponade.
- Emboli thrombus atau udara.
- Induksi aritmia ventrikel fatal.
- Komplikasi Ablasi:
- Blok AV total membutuhkan pacemaker.
- Cedera struktur di dekat area ablasi, seperti esofagus atau koroner (pada ablasi fibrilasi atrium).
Keunggulan EPS
- Spesifisitas Tinggi:
- Memberikan informasi langsung tentang aktivitas listrik jantung.
- Panduan Terapi:
- EPS memungkinkan ablasi kateter untuk menyembuhkan aritmia pada waktu yang sama.
- Stratifikasi Risiko:
- EPS membantu menilai risiko kematian mendadak pada pasien berisiko tinggi.
Keterbatasan EPS
- Invasif:
- Membawa risiko komplikasi, meskipun rendah.
- Ketergantungan pada Interpretasi:
- Memerlukan keahlian khusus dari dokter elektrofisiologi.
- Tidak Semua Aritmia Terjadi Spontan:
- Beberapa aritmia sulit diinduksi selama prosedur.
Teknik Pemetaan dan Ablasi Kateter
Teknik pemetaan dan ablasi kateter adalah prosedur invasif yang digunakan untuk mendiagnosis dan mengobati aritmia jantung. Pemetaan bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi spesifik jaringan yang menyebabkan aritmia, sementara ablasi bertujuan untuk menghancurkan atau mengisolasi jaringan tersebut, mengembalikan ritme jantung normal.
Tujuan Pemetaan dan Ablasi Kateter
- Diagnosis:
- Mengidentifikasi fokus aritmia atau jalur reentry.
- Memahami mekanisme aritmia (fokus otomatis, reentry, atau triggered activity).
- Terapi:
- Menghilangkan fokus atau jalur konduksi abnormal.
- Mengisolasi area atrium atau ventrikel untuk mencegah propagasi impuls abnormal.
- Efikasi:
- Memberikan terapi definitif dengan tingkat kesembuhan tinggi untuk beberapa jenis aritmia seperti AVNRT, AVRT, flutter atrium, dan fibrilasi atrium.
Prinsip Dasar Prosedur
- Pemetaan:
- Dilakukan dengan menggunakan kateter elektroda untuk merekam sinyal listrik jantung secara real-time.
- Tujuan pemetaan adalah menemukan lokasi aktivitas listrik abnormal atau jalur reentry.
- Ablasi:
- Energi frekuensi radio (Radiofrequency Ablation, RFA) atau cryoablation digunakan untuk menghancurkan jaringan yang bertanggung jawab atas aritmia.
- Dapat dilakukan segera setelah pemetaan untuk hasil yang optimal.
Teknik Pemetaan (Mapping)
- Jenis Pemetaan: a. Pemetaan Aktivasi (Activation Mapping):
- Digunakan untuk mengidentifikasi urutan aktivasi listrik selama aritmia.
- Sinyal lokal tercatat untuk menentukan lokasi fokus ektopik atau jalur reentry.
- Contoh: Mencari lokasi awal impuls dalam atrial tachycardia.
- b. Pemetaan Voltage (Voltage Mapping):
- Mengukur amplitudo sinyal listrik untuk menentukan area jaringan sehat, jaringan yang rusak (scar), atau area abnormal.
- Berguna untuk aritmia yang melibatkan jaringan fibrosis, seperti takikardia ventrikel pada pasien dengan infark miokard.
- c. Pemetaan Entrainment:
- Dilakukan pada aritmia reentry untuk memastikan bahwa kateter berada di lingkaran reentry.
- Pacing dilakukan untuk mengganggu aritmia sementara, sehingga mengonfirmasi lokasi lingkaran reentry.
- d. Pemetaan Non-Kontak (Non-contact Mapping):
- Menggunakan kateter khusus untuk merekam sinyal listrik dari area yang luas tanpa harus bersentuhan langsung dengan jaringan.
- Cocok untuk fibrilasi atrium atau aritmia ventrikel kompleks.
- e. Pemetaan 3D (Three-dimensional Mapping):
- Sistem 3D (seperti CARTO, Ensite, atau Rhythmia) digunakan untuk merekonstruksi gambar jantung secara real-time.
- Membantu memandu ablasi dengan akurasi tinggi, terutama pada aritmia kompleks.
Prosedur Ablasi Kateter
- Persiapan Pasien:
- Pasien dianestesi lokal atau sedasi ringan.
- Antikoagulan (heparin) diberikan untuk mencegah tromboemboli selama prosedur.
- Akses Vaskular:
- Kateter dimasukkan melalui vena femoralis, vena subklavia, atau vena jugularis dan diarahkan ke jantung.
- Energi Ablasi:
- Radiofrequency Ablation (RFA):
- Energi panas (50–60°C) digunakan untuk menghancurkan jaringan abnormal.
- Sering digunakan pada aritmia supraventrikular dan ventrikel.
- Cryoablation:
- Energi dingin (-70°C) digunakan untuk membekukan jaringan.
- Digunakan ketika ablasi dekat dengan struktur sensitif seperti nodus AV.
- Radiofrequency Ablation (RFA):
- Lokasi Target Ablasi:
- Aritmia Supraventrikular:
- Ablasi jalur reentry (AVNRT atau AVRT).
- Ablasi isolasi vena pulmonalis pada fibrilasi atrium.
- Aritmia Ventrikular:
- Fokus otomatis atau jalur reentry di ventrikel.
- Aritmia Supraventrikular:
- Verifikasi Hasil Ablasi:
- Uji provokasi untuk memastikan aritmia tidak dapat diinduksi kembali.
- Monitoring sinyal listrik setelah ablasi untuk memastikan area target sudah “non-konduktif.”
Indikasi Pemetaan dan Ablasi Kateter
- Aritmia Supraventrikular:
- AVNRT (Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia).
- AVRT (Atrioventricular Reentrant Tachycardia, misalnya, sindrom WPW).
- Flutter atrium.
- Fibrilasi atrium refrakter terhadap terapi obat.
- Aritmia Ventrikular:
- Takikardia ventrikel monomorfik pasca infark miokard.
- Takikardia ventrikel idiopatik.
- Gangguan Konduksi:
- Ablasi jalur aksesori yang menyebabkan preeksitasi (WPW).
Keunggulan Teknik Pemetaan dan Ablasi Kateter
- Efikasi Tinggi:
- Kesuksesan tinggi untuk aritmia reentry seperti AVNRT (>90%).
- Minim Invasif:
- Dibandingkan dengan operasi terbuka, ablasi kateter jauh lebih aman dengan waktu pemulihan singkat.
- Kemungkinan Kesembuhan Permanen:
- Pada beberapa aritmia, ablasi memberikan kesembuhan permanen tanpa perlu obat jangka panjang.
Risiko dan Komplikasi
- Komplikasi Minor:
- Nyeri di lokasi akses vaskular.
- Hematoma atau perdarahan ringan.
- Komplikasi Mayor:
- Perforasi jantung atau tamponade.
- Emboli trombus atau udara.
- Cedera nodus AV, menyebabkan blok AV total (membutuhkan pacemaker).
- Stenosis vena pulmonalis (pada ablasi fibrilasi atrium).
Sistem Pemetaan 3D yang Digunakan
- CARTO (Biosense Webster):
- Menggunakan medan magnet untuk menciptakan gambar 3D anatomi jantung.
- Ensite Precision (Abbott):
- Menggunakan impedance field untuk pemetaan 3D.
- Rhythmia (Boston Scientific):
- Memungkinkan pemetaan cepat dengan resolusi tinggi.
Evaluasi Sinus Node dan AV Node
Evaluasi fungsi sinus node: (nodus sinoatrial) dan AV node: (nodus atrioventrikular) adalah langkah penting dalam mendiagnosis gangguan konduksi listrik jantung, khususnya bradiaritmia dan blok atrioventrikular. Proses evaluasi dapat melibatkan pemeriksaan non-invasif maupun invasif (Studi Elektrofisiologi/EPS).
Evaluasi Sinus Node
Anatomi dan Fungsi Sinus Node:
- Lokasi: Terletak di dinding atrium kanan, dekat ostium vena cava superior.
- Fungsi: Bertindak sebagai pacemaker utama jantung, menghasilkan impuls listrik spontan yang memulai depolarisasi atrium.
Gangguan Sinus Node:
- Disfungsi Sinus Node (Sick Sinus Syndrome):
- Bradiaritmia sinus (sinus bradycardia).
- Pausa sinus atau arrest sinus.
- Sindrom takikardia-bradikardia (tachy-brady syndrome).
Evaluasi Non-Invasif Sinus Node:
- Elektrokardiogram (EKG) 12 Lead:
- Mendeteksi sinus bradycardia, sinus arrest, atau sindrom takikardia-bradikardia.
- Holter Monitoring atau Event Recorder:
- Memantau ritme jantung selama 24-48 jam atau lebih untuk mendeteksi gangguan episodik.
- Tilt Table Test:
- Digunakan untuk mengevaluasi sinkop terkait disfungsi autonomik yang memengaruhi nodus SA.
- Uji Latihan (Exercise Stress Test):
- Menilai kemampuan sinus node meningkatkan frekuensi denyut jantung sesuai kebutuhan.
Evaluasi Invasif Sinus Node:
Dilakukan melalui EPS, khususnya bila hasil non-invasif tidak cukup.
- Sinus Node Recovery Time (SNRT):
- Prinsip: Setelah sinus node ditekan oleh pacing atrial cepat, waktu pemulihan (recovery time) diukur.
- Normal: SNRT < 1.500 ms.
- Hasil Abnormal: SNRT yang berkepanjangan menunjukkan disfungsi sinus node.
- Corrected Sinus Node Recovery Time (cSNRT):
- Formula: cSNRT = SNRT – siklus intrinsik sinus.
- Nilai cSNRT > 525 ms dianggap abnormal dan indikasi dari SSS/SND
- Evaluasi Overdrive Suppression:
- Mengukur bagaimana sinus node “memulihkan” aktivitasnya setelah dihentikan oleh pacing atrium.
Evaluasi AV Node
Anatomi dan Fungsi AV Node:
- Lokasi: Di antara atrium kanan dan ventrikel, dalam segitiga Koch dekat septum atrioventrikular.
- Fungsi:
- Menyampaikan impuls listrik dari atrium ke ventrikel.
- Menyediakan delay fisiologis untuk memungkinkan pengisian ventrikel sebelum kontraksi.
Gangguan AV Node:
- Blok AV:
- Derajat 1: Perpanjangan interval PR (>200 ms).
- Derajat 2: Mobitz I (Wenckebach) atau Mobitz II.
- Derajat 3: Blok AV total (disosiasi atrioventrikular).
Evaluasi Non-Invasif AV Node:
- EKG 12 Lead:
- Mendeteksi interval PR yang memanjang, dropped beats, atau disosiasi atrioventrikular.
- Holter Monitoring:
- Membantu mengevaluasi blok AV episodik atau transient.
- Exercise Stress Test:
- Membantu membedakan blok AV fisiologis dan patologis.
- Blok AV yang membaik selama latihan cenderung fisiologis.
- Uji Farmakologis:
- Obat seperti adenosin atau atropin dapat digunakan untuk mengevaluasi reaktivitas nodus AV.
Evaluasi Invasif AV Node:
EPS dilakukan untuk mengevaluasi karakteristik konduksi AV Node secara rinci:
- Evaluasi Interval AH dan HV:
- AH Interval: Mengukur waktu konduksi dari atrium ke His bundle melalui AV node.
- Normal: 50–120 ms.
- Abnormal: AH interval memanjang menunjukkan blok intra-(dalam nodus AV) atau peri-nodal (sekitar nodus AV)
- HV Interval: Mengukur waktu konduksi dari His bundle ke ventrikel.
- Normal: 35–55 ms.
- Abnormal: HV interval memanjang menunjukkan blok infra-Hisian. Blog infra-hisian adalah bloking yang terjadi tepat dibawah bundle his. blok infra-hisian terbagi menjadi 2 tipe: yakni total block (disebut juga right or left bundle branch block) dan parsial block.
- AH Interval: Mengukur waktu konduksi dari atrium ke His bundle melalui AV node.
- Evaluasi Waktu Refraktori Nodus AV:
- Effective Refractory Period (ERP): Interval terpendek antara dua impuls yang dapat ditransmisikan melalui AV node.
- Digunakan untuk menilai kecenderungan blok AV.
- ERP Atrium: umumnya berkisar antara 150 hingga 250 milidetik. ERP Atrium < 150 milidetik menunjukkan adanya aritmia seperti fibrilasi atrium atau flutter atrium. ERP Atrium > 250 milidetik menunjukkan danyan bloking konduksi.
- ERP Ventrikel: berkisar antara 200 hingga 350 milidetik. ERP Ventrikel < 200 milidetik bisa meningkatkan risiko terjadinya aritmia ventrikel yang lebih cepat dan berbahaya, seperti tachycardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel. ERP Ventrikel > 350 milidetik bisa menyebabkan gangguan konduksi atau bradikardia
- Effective Refractory Period (ERP): Interval terpendek antara dua impuls yang dapat ditransmisikan melalui AV node.
- Evaluasi Respons terhadap Pacing Atrial:
- Incremental Atrial Pacing:
- Dilakukan untuk mengevaluasi titik “wenckebach” atau kecepatan di mana AV node mulai menunjukkan blok 2:1. Wenckebach adalah titik di mana nodus AV tidak dapat lagi meneruskan setiap impuls listrik yang datang, dan terjadilah blok 2:1. Blok 2:1 berarti setiap dua impuls yang datang dari atrium hanya satu yang diteruskan ke ventrikel. Ini adalah tanda bahwa nodus AV tidak bisa lagi mengikuti impuls yang datang terlalu cepat.
- Normalnya Wenckebach terjadi pada >400 bpm.
- Incremental Atrial Pacing:
- Evaluasi Jalur Aksesori (Jika Ada):
- Pada pasien dengan sindrom preeksitasi seperti WPW, EPS dapat digunakan untuk menentukan karakteristik jalur aksesori.
Perbandingan Evaluasi Sinus Node dan AV Node
Aspek | Sinus Node | AV Node |
Fungsi Utama | Pacemaker utama | Konduksi antara atrium dan ventrikel |
Gangguan | Disfungsi sinus, sindrom takikardia-bradikardia | Blok AV derajat 1, 2, 3 |
Pemeriksaan Non-Invasif | EKG, Holter, Stress Test | EKG, Holter, Stress Test |
Evaluasi Invasif | SNRT, cSNRT, overdrive suppression | AH/HV interval, ERP, incremental pacing |
Perawatan | Pacemaker jika gejala berat | Pacemaker jika blok total |
Klasifikasi Vaughan-Williams
Klasifikasi Vaughan-Williams adalah sistem yang digunakan untuk mengelompokkan obat-obatan antiaritmia berdasarkan mekanisme kerja utamanya pada saluran ion atau reseptor di jantung. Sistem ini dirancang untuk membantu memahami dan memilih terapi antiaritmia berdasarkan jenis aritmia yang dihadapi.
Empat Kelas Utama Vaughan-Williams
Kelas I: Penghambat Saluran Natrium (Na⁺ Channel Blockers)
Obat-obatan ini bekerja dengan menghambat saluran natrium cepat, memperlambat depolarisasi fase 0 dalam potensi aksi jantung.
- Subkelas IA
- Mekanisme: Mengurangi kecepatan depolarisasi (fase 0) dan memperpanjang durasi potensi aksi serta interval QT.
- Efek: Memperlambat konduksi listrik dan meningkatkan refrakteritas.
- Contoh Obat:
- Quinidine
- Procainamide
- Disopyramide
- Indikasi: Takikardia ventrikel, fibrilasi atrium, flutter atrium.
- Subkelas IB
- Mekanisme: Mengurangi durasi potensi aksi tanpa memengaruhi kecepatan depolarisasi (fase 0).
- Efek: Selektif untuk jaringan yang terdepolarisasi (misalnya, miokard iskemik).
- Contoh Obat:
- Lidocaine
- Mexiletine
- Indikasi: Takikardia ventrikel, terutama pada pasien dengan iskemia miokard akut.
- Subkelas IC
- Mekanisme: Sangat memperlambat depolarisasi (fase 0) tanpa memengaruhi durasi potensi aksi.
- Efek: Memperlambat konduksi secara signifikan di seluruh jantung.
- Contoh Obat:
- Flecainide
- Propafenone
- Indikasi: Aritmia supraventrikular, termasuk fibrilasi atrium paroksismal.
- Peringatan: Tidak boleh digunakan pada pasien dengan penyakit jantung struktural atau iskemia.
Kelas II: Beta-Blockers (Penghambat Reseptor Beta-Adrenergik)
Obat-obatan ini bekerja dengan menghambat reseptor beta-adrenergik, yang mengurangi efek simpatik pada jantung.
- Mekanisme: Memperlambat fase 4 depolarisasi di nodus SA dan AV, sehingga mengurangi otomatisitas dan memperpanjang konduksi nodal.
- Efek: Menurunkan denyut jantung, kontraktilitas, dan konduksi nodus AV.
- Contoh Obat:
- Propranolol
- Metoprolol
- Esmolol
- Indikasi:
- Takikardia supraventrikular.
- Profilaksis fibrilasi atrium.
- Aritmia yang dipicu oleh stres atau katekolamin.
- Kontraindikasi: Blok AV, bradikardia berat, asma berat.
Kelas III: Penghambat Saluran Kalium (K⁺ Channel Blockers)
Obat-obatan ini memperpanjang repolarisasi (fase 3) dengan menghambat saluran kalium.
- Mekanisme: Memperpanjang repolarisasi (fase 3)
- Efek: Memperpanjang interval QT.
- Contoh Obat:
- Amiodarone
- Sotalol (juga memiliki efek beta-blocker).
- Dofetilide
- Ibutilide
- Indikasi:
- Aritmia ventrikel dan supraventrikular.
- Fibrilasi atrium refrakter.
- Efek Samping: Risiko torsades de pointes akibat perpanjangan QT.
Kelas IV: Penghambat Saluran Kalsium (Ca²⁺ Channel Blockers)
Obat-obatan ini menghambat saluran kalsium tipe L, yang utamanya bekerja pada jaringan nodal (nodus SA dan AV).
- Mekanisme: Memperlambat konduksi di nodus SA dan AV dengan mengurangi aliran kalsium selama depolarisasi.
- Efek: Memperlambat denyut jantung dan konduksi nodal.
- Contoh Obat:
- Verapamil
- Diltiazem
- Indikasi:
- Takikardia supraventrikular.
- Pengendalian laju fibrilasi atrium.
- Kontraindikasi: Gagal jantung sistolik (karena menurunkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik negatif). Ini memperburuk disfungsi sistolik), blok AV derajat tinggi.
Kelebihan dan Keterbatasan Klasifikasi Vaughan-Williams
Kelebihan:
- Memudahkan pengelompokan obat berdasarkan mekanisme utama.
- Memberikan panduan untuk pemilihan obat sesuai jenis aritmia.
Keterbatasan:
- Tidak mencakup beberapa obat antiaritmia dengan mekanisme kerja multipel, seperti amiodarone (Kelas III, tetapi juga memiliki efek Kelas I, II, dan IV).
- Tidak mencakup obat-obatan terbaru atau agen non-klasik seperti ivabradine atau ranolazine.
- Tidak mempertimbangkan aspek farmakokinetik atau efek samping klinis.
Tabel Ringkasan Klasifikasi Vaughan-Williams
Kelas | Mekanisme Utama | Efek Utama | Contoh Obat | Indikasi Utama |
I-A | Blok saluran Na, perpanjang potensi aksi | Memperlambat depolarisasi | Quinidine, Procainamide | Aritmia supraventrikular & ventrikel |
I-B | Blok saluran Na, pendekkan potensi aksi | Stabilisasi jaringan iskemik | Lidocaine, Mexiletine | Takikardia ventrikel |
I-C | Blok saluran Na, tanpa pengaruh durasi PA | Memperlambat konduksi | Flecainide, Propafenone | Fibrilasi atrium paroksismal |
II | Blok reseptor beta | Kurangi otomatisitas & simpatisasi | Metoprolol, Esmolol | Takikardia supraventrikular |
III | Blok saluran K, perpanjang repolarisasi | Perpanjang QT & refrakteritas | Amiodarone, Sotalol | Aritmia ventrikel & supraventrikel |
IV | Blok saluran Ca | Perpanjang konduksi nodal | Verapamil, Diltiazem | Takikardia supraventrikular |
Pacemaker, ICD, dan CRT
Alat implan kardiovaskular, seperti Pacemaker, Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD), dan Cardiac Resynchronization Therapy (CRT), digunakan untuk menangani berbagai kondisi gangguan irama dan fungsi jantung. Masing-masing memiliki mekanisme kerja, indikasi, dan cara pemasangan yang spesifik.
Pacemaker
Pacemaker adalah perangkat implan elektronik yang menghasilkan impuls listrik untuk merangsang kontraksi jantung ketika aktivitas listrik intrinsik jantung tidak memadai.
Komponen Utama:
- Generator Pulse: Mengandung baterai dan sirkuit elektronik untuk menghasilkan impuls listrik.
- Elektroda (Lead): Kabel yang menghubungkan generator pulse ke miokardium jantung.
- Elektrode Unipolar/Bipolar: Konfigurasi berbeda berdasarkan polaritas aliran listrik.
Indikasi Utama:
- Bradiaritmia:
- Blok AV derajat tinggi (derajat 2 Mobitz II dan derajat 3).
- Disfungsi sinus node (sindrom bradi-takikardia).
- Gangguan konduksi:
- Blok bifasikular atau trifasikular simptomatik.
Jenis Pacemaker:
- Single-Chamber Pacemaker:
- Lead tunggal, biasanya pada atrium kanan atau ventrikel kanan.
- Digunakan untuk bradiaritmia sederhana.
- Dual-Chamber Pacemaker:
- Lead di atrium kanan dan ventrikel kanan.
- Mensinkronisasi kontraksi atrium dan ventrikel.
- Biventricular Pacemaker:
- Lead di ventrikel kanan dan kiri (melalui sinus koroner).
- Bagian dari CRT untuk gagal jantung.
Cara Kerja:
- Memantau aktivitas listrik jantung.
- Menghasilkan impuls ketika ritme jantung intrinsik tidak adekuat.
Kode Pacemaker (NBG Code) adalah sistem pengkodean lima huruf yang digunakan untuk mendeskripsikan fungsi pacemaker, atau alat pacu jantung. Setiap huruf dalam kode tersebut memiliki arti tertentu yang menggambarkan bagaimana pacemaker bekerja dalam merangsang dan mendeteksi aktivitas jantung serta respons terhadap aktivitas tersebut. Berikut adalah penjelasan rinci untuk masing-masing komponen kode:
Huruf 1: Ruang yang Dirangsang
Huruf pertama menunjukkan ruang jantung yang dirangsang oleh pacemaker untuk memulai kontraksi. Terdapat tiga pilihan huruf yang bisa digunakan:
- A = Atria (ruang atas jantung, yang menerima darah dari tubuh dan paru-paru).
- V = Ventrikel (ruang bawah jantung, yang memompa darah ke seluruh tubuh).
- D = Dua-duanya (artinya pacemaker merangsang baik atrium maupun ventrikel).
Huruf 2: Ruang yang Dideteksi
Huruf kedua menunjukkan ruang jantung yang dideteksi aktivitas listriknya oleh pacemaker. Pilihan huruf untuk deteksi adalah:
- A = Atria (deteksi sinyal listrik dari atrium).
- V = Ventrikel (deteksi sinyal listrik dari ventrikel).
- D = Dua-duanya (deteksi aktivitas dari atrium dan ventrikel).
- O = Tidak ada (pacemaker tidak mendeteksi aktivitas listrik dari ruang jantung mana pun).
Huruf 3: Mode Respons
Huruf ketiga menunjukkan mode respons pacemaker terhadap sinyal deteksi. Ini menggambarkan apakah pacemaker hanya merangsang setelah tidak ada deteksi aktivitas alami, atau apakah pacemaker akan merespons dengan cara tertentu ketika mendeteksi aktivitas listrik. Pilihan huruf yang digunakan adalah:
- I = Inhibited (terhalang). Pacemaker akan berhenti merangsang jika mendeteksi aktivitas listrik jantung yang cukup.
- T = Triggered (dipicu). Pacemaker akan memicu rangsangan jika mendeteksi aktivitas listrik tertentu, seperti gelombang P pada atrium atau kompleks QRS pada ventrikel.
- D = Dual (dua-duanya). Pacemaker akan merespons dengan cara yang bervariasi, baik terhalang atau dipicu, tergantung pada aktivitas jantung yang terdeteksi.
Contoh Penggunaan Kode:
- DDD: Pacemaker merangsang dan mendeteksi kedua ruang (atrium dan ventrikel), dan dapat merespons dengan kedua mode (terhalang atau dipicu) sesuai kebutuhan.
- VVI: Pacemaker hanya merangsang ventrikel, mendeteksi ventrikel, dan merespons dalam mode inhibited jika mendeteksi aktivitas alami.
Kode NBG ini memberikan informasi yang sangat detail mengenai bagaimana pacemaker berfungsi dan berinteraksi dengan jantung, memungkinkan dokter untuk memilih pacemaker yang sesuai dengan kondisi medis pasien.
Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)
ICD adalah perangkat implan yang mendeteksi dan mengobati aritmia ventrikel berbahaya, seperti takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF), dengan memberikan kejutan listrik.
Komponen Utama:
- Generator Pulse: Mengandung baterai dan sirkuit elektronik.
- Lead Defibrillator: Biasanya ditempatkan di ventrikel kanan.
- Kapasitor: Menyimpan dan melepaskan energi untuk defibrilasi.
Indikasi Utama:
- Pencegahan Primer:
- Pasien dengan risiko tinggi aritmia ventrikel (misalnya, setelah infark miokard dengan fraksi ejeksi <35%).
- Pencegahan Sekunder:
- Pasien yang pernah mengalami henti jantung akibat VF atau VT.
Cara Kerja:
- Pemantauan Ritme Jantung:
- Mendapatkan sinyal dari lead yang dipasang di jantung.
- Pengobatan Aritmia:
- Antitakikardia Pacing (ATP): Impuls cepat untuk mengganggu VT.
- Kardioveri atau Defibrilasi: Kejutan listrik untuk mengembalikan ritme sinus.
Efek Samping:
- Kejutan tidak tepat.
- Risiko infeksi di lokasi implan.
Cardiac Resynchronization Therapy (CRT)
CRT adalah terapi yang menggunakan stimulasi listrik untuk mensinkronkan kontraksi ventrikel kanan dan kiri pada pasien dengan gagal jantung dan disinkroni ventrikel.
Komponen Utama
- Generator Pulse: Mengatur waktu stimulasi ventrikel kanan dan kiri.
- Lead: Ditempatkan di ventrikel kanan, atrium kanan (jika diperlukan), dan ventrikel kiri (melalui sinus koroner).
Indikasi Utama
- Gagal jantung dengan disfungsi sistolik berat (LVEF ≤35%).
- Disinkroni ventrikel (QRS ≥150 ms, terutama dengan LBBB).
- Gejala gagal jantung sedang hingga berat (NYHA kelas II-IV).
Cara Kerja
- Resinkronisasi:
- Stimulasi simultan ventrikel kanan dan kiri untuk memperbaiki disinkroni kontraksi.
- Peningkatan Fungsi Jantung:
- Meningkatkan efisiensi pompa jantung.
Jenis CRT
- CRT-P (Pacemaker): Hanya stimulasi.
- CRT-D (Defibrillator): Kombinasi CRT dengan fungsi ICD.
Prosedur Implantasi
- Persiapan:
- Pasien diberikan anestesi lokal atau umum.
- Area implan (biasanya subklavikula) disiapkan secara steril.
- Pemasangan Lead:
- Lead dimasukkan melalui vena subklavia atau vena cephalica menuju ruang jantung.
- Posisi lead dikonfirmasi menggunakan fluoroskopi.
- Pemasangan Generator:
- Generator ditanamkan di kantong subkutan atau subfascial.
- Pengujian dan Pemrograman:
- Fungsi alat diuji dan diprogram sesuai kebutuhan pasien.
Tabel Perbandingan Pacemaker, ICD, dan CRT
Aspek | Pacemaker | ICD | CRT |
Tujuan Utama | Merangsang ritme jantung | Mencegah kematian akibat aritmia VT/VF | Mensinkronkan ventrikel untuk gagal jantung |
Indikasi Utama | Bradiaritmia, blok AV | VT, VF, risiko tinggi henti jantung | Gagal jantung dengan disinkroni ventrikel |
Komponen Utama | Lead atrium/ventrikel | Lead ventrikel kanan | Lead di atrium kanan, ventrikel kanan, dan kiri |
Fungsi Tambahan | Tidak ada | ATP, defibrilasi | Resinkronisasi + opsional defibrilasi |
Efek Samping Umum | Infeksi, malfungsi lead | Kejutan tidak tepat | Tidak efektif pada QRS sempit |
Setting Temporary Pacemaker (TPM)
Pada Temporary Pacemaker (TPM), pengaturan seperti sensitivity, output, dan threshold memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur kinerja pacemaker dan memastikan bahwa pacemaker bekerja dengan efektif, sesuai dengan kebutuhan fisiologis pasien. Berikut penjelasan lengkap tentang arti dari masing-masing istilah tersebut dan cara pengaturannya:
Sensitivity (Sensitivitas)
Sensitivitas mengacu pada kemampuan pacemaker untuk mendeteksi aktivitas listrik intriksik dari jantung. Semakin tinggi sensitivitas, semakin kecil aktivitas listrik yang dapat dideteksi oleh pacemaker. Sebaliknya, sensitivitas yang lebih rendah hanya akan mendeteksi sinyal yang lebih kuat.
Arti dan Fungsi
- Sensitivitas tinggi: Pacemaker lebih sensitif dalam mendeteksi sinyal jantung yang lebih lemah.
- Sensitivitas rendah: Pacemaker hanya akan merespons sinyal yang lebih kuat, sehingga tidak terlalu mudah terpengaruh oleh gangguan atau sinyal jantung yang tidak relevan.
Cara Setting Sensitivitas
- Sensitivitas biasanya diatur dalam unit millivolt (mV).
- Pengaturan sensitivitas tergantung pada detak jantung alami pasien. Misalnya, jika pasien memiliki detak jantung alami yang cukup kuat, sensitivitas bisa diatur lebih rendah (misalnya, 2.0 mV).
- Jika pasien memiliki aktivitas jantung yang sangat lemah, sensitivitas dapat ditingkatkan (misalnya, 0.5 mV).
- Semakin kecil angkanya artinya semakin sensitive.
- Gunakan sensitivitas tertinggi (0.5 mV)
- Turunkan secara berlahan untuk menentukan batas sensitivitasnya hingga menemukan sinyal intrinsic atau TPM tidak pacing (misalnya 0.5 mV -> 1 mV -> 2 mV dan seterusnya).
- Penting: Sensitivitas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pacemaker merangsang jantung secara tidak perlu, sedangkan sensitivitas yang terlalu rendah dapat mengabaikan detak jantung alami yang mungkin cukup untuk menjaga fungsi jantung tanpa stimulasi pacemaker.
Threshold (Ambang)
Threshold mengacu pada ambang batas minimum untuk output pacemaker yang masih dapat menyebabkan kontraksi jantung. Dengan kata lain, threshold adalah nilai output minimal yang dibutuhkan untuk memicu depolarisasi atau kontraksi jantung.
Arti dan Fungsi:
- Threshold rendah: Menunjukkan bahwa pacemaker hanya memerlukan sedikit stimulasi untuk memicu kontraksi jantung, artinya jantung lebih responsif terhadap rangsangan.
- Threshold tinggi: Menunjukkan bahwa pacemaker memerlukan lebih banyak stimulasi untuk menghasilkan kontraksi jantung, yang berarti jantung lebih sulit untuk dirangsang.
Cara Setting Threshold:
- Pengaturan Threshold dilakukan dengan mengatur output pacemaker hingga mencapai tingkat minimum yang dapat merangsang jantung dengan efektif. Misalnya, jika pacemaker memberikan output yang terlalu rendah dan jantung tidak berkontraksi, threshold akan terlalu tinggi.
- Menemukan Threshold biasanya dilakukan dengan cara menurunkan output secara bertahap hingga jantung tidak lagi terstimulasi. Pada titik ini, output yang lebih tinggi diperlukan untuk memicu kontraksi jantung.
- Pengaturan threshold juga dapat disesuaikan berdasarkan respon jantung pasien terhadap stimulasi. Misalnya, setelah penurunan output yang tidak menimbulkan kontraksi, pengaturan output ditingkatkan sedikit hingga mencapai titik threshold yang tepat.
- Cara hitungnya, pertama-tama setel output terendah (misalnya 2 mV), lalu naikkan secara bertahap (3 mV, 4 mV, 5 mV dan seterusnya) hingga menemukan ritme ventrikular pacing.
- Jika misalnya pada 5 mA kontraksi terjadi, sementara pada 4 mA tidak ada kontraksi, maka threshold adalah 5 mA.
Output (Keluaran)
Output adalah kekuatan stimulasi listrik yang diberikan oleh pacemaker untuk merangsang jantung. Output diukur dalam mA (miliampere), dan ini menentukan seberapa kuat rangsangan yang diberikan oleh pacemaker.
Arti dan Fungsi
- Output tinggi: Memberikan stimulasi yang lebih kuat, cocok untuk situasi di mana sinyal alami jantung sangat lemah atau jika stimulasi diperlukan untuk memastikan kontraksi jantung.
- Output rendah: Memberikan stimulasi yang lebih lemah, digunakan ketika aktivitas jantung sudah cukup kuat sehingga stimulasi yang berlebihan tidak diperlukan.
Cara Setting Output:
- Output harus diatur cukup tinggi untuk memastikan pacemaker mampu merangsang jantung dengan efektif, tetapi tidak terlalu tinggi untuk menghindari iritasi atau kerusakan jaringan jantung.
- Nilai output adalah 1.5-2 kali dari nilai threshold.
Kesimpulan dan Cara Setting
- Sensitivity: Mengatur seberapa sensitif pacemaker dalam mendeteksi aktivitas listrik jantung. Pengaturannya tergantung pada kekuatan sinyal alami jantung. Semakin rendah sensitivitas, semakin kuat sinyal yang harus dideteksi.
- Output: Mengatur kekuatan stimulasi listrik yang diberikan pacemaker. Output yang lebih tinggi diperlukan ketika sinyal alami jantung sangat lemah.
- Threshold: Menentukan ambang batas minimum output untuk memicu kontraksi jantung. Pengaturan threshold membantu menemukan tingkat stimulasi yang diperlukan agar pacemaker dapat efektif dalam merangsang jantung.