Pedoman ESC 2021 untuk Diagnosis dan Pengobatan Gagal Jantung Akut dan Kronis

1. Kata Pengantar

Pedoman ini dikembangkan oleh Gugus Tugas untuk Diagnosis dan Pengobatan Gagal Jantung Akut dan Kronis dari European Society of Cardiology (ESC) dengan kontribusi khusus dari Heart Failure Association (HFA) ESC.

Pedoman ESC bertujuan untuk memberikan rekomendasi berbasis bukti dalam diagnosis, penatalaksanaan, dan terapi gagal jantung akut dan kronis. Dokumen ini merupakan hasil dari tinjauan ilmiah yang mendalam oleh para ahli di bidangnya, dengan mempertimbangkan data klinis terbaru serta pengalaman praktik terbaik.

Gagal jantung merupakan kondisi yang kompleks dan multifaktorial yang membutuhkan pendekatan multidisiplin dalam penatalaksanaannya. Dengan adanya pedoman ini, diharapkan para profesional kesehatan dapat menerapkan pendekatan berbasis bukti dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pasien dengan gagal jantung.

Dalam pedoman ini, setiap rekomendasi disertai dengan tingkat bukti dan kelas rekomendasi yang didasarkan pada studi klinis terbaru. Pedoman ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan keputusan klinis individu, melainkan sebagai panduan berbasis bukti yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan medis.

Seluruh tenaga medis diharapkan untuk mengikuti perkembangan terbaru serta menyesuaikan rekomendasi dengan kondisi klinis pasien dan sumber daya yang tersedia. Pedoman ini juga dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan pemahaman dan pengelolaan gagal jantung.

2. Pendahuluan

Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas (seperti sesak napas, kelelahan, dan edema) yang disebabkan oleh kelainan struktural atau fungsional pada jantung yang mengakibatkan gangguan pengisian atau ejeksi ventrikel.

Panduan ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi berbasis bukti bagi para dokter dalam mendiagnosis dan mengelola gagal jantung akut serta kronis. Dibandingkan dengan edisi sebelumnya, terdapat pembaruan berdasarkan hasil uji klinis terbaru dan perkembangan dalam terapi serta teknologi diagnostik.

2.1 Apa yang Baru?

  • Perubahan Terminologi:
    • Kini terdapat klasifikasi baru untuk gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang sedikit menurun (HFmrEF) dan gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang dipertahankan (HFpEF).
  • Pendekatan Terapi yang Diperbarui:
    • Rekomendasi baru mengenai penggunaan inhibitor SGLT2 dalam pengobatan gagal jantung.
    • Peran lebih luas bagi terapi berbasis natriuretik dan modifikasi gaya hidup.
  • Teknologi Diagnostik:
    • Algoritma diagnostik yang lebih jelas untuk mendeteksi gagal jantung, termasuk peran biomarker dan pencitraan kardiovaskular.
  • Manajemen Multidisiplin:
    • Ditekankan pentingnya pendekatan berbasis tim dalam menangani pasien gagal jantung, termasuk keterlibatan spesialis lain seperti ahli gizi dan fisioterapis.

3. Definisi, Epidemiologi, dan Prognosis

3.1 Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas seperti sesak napas, kelelahan, dan edema yang disebabkan oleh kelainan struktural atau fungsional pada jantung. Kelainan ini menyebabkan gangguan dalam pengisian atau ejeksi ventrikel, yang mengakibatkan penurunan perfusi organ.

3.2 Terminologi

3.2.1 Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Dipertahankan, Sedikit Menurun, dan Menurun

Klasifikasi gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) telah diperbarui:

  • Gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang dipertahankan (HFpEF): LVEF ≥50%.
  • Gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang sedikit menurun (HFmrEF): LVEF 41–49%.
  • Gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang menurun (HFrEF): LVEF ≤40%.
3.2.2 Disfungsi Ventrikel Kanan

Disfungsi ventrikel kanan sering terjadi pada pasien gagal jantung dan dapat disebabkan oleh penyakit paru kronis atau hipertensi pulmonal. Diagnosis biasanya ditegakkan melalui ekokardiografi atau pencitraan jantung lainnya.

3.2.3 Terminologi Umum Lain dalam Gagal Jantung
  • Gagal jantung akut: Perburukan gejala yang terjadi secara tiba-tiba dan membutuhkan intervensi medis segera.
  • Gagal jantung kronis: Kondisi yang berkembang secara perlahan dengan gejala yang menetap atau progresif.
  • Gagal jantung kompensasi: Jantung mampu mempertahankan curah jantung yang cukup melalui mekanisme kompensasi.
  • Gagal jantung dekompensasi: Gejala memburuk karena mekanisme kompensasi tidak lagi mencukupi.
3.2.4 Terminologi Berdasarkan Tingkat Keparahan Gejala
  • Kelas I (NYHA): Tidak ada keterbatasan dalam aktivitas fisik normal.
  • Kelas II (NYHA): Gejala muncul saat aktivitas fisik sedang.
  • Kelas III (NYHA): Gejala muncul saat aktivitas fisik ringan.
  • Kelas IV (NYHA): Gejala terjadi bahkan saat istirahat.

3.3 Epidemiologi dan Sejarah Alami Gagal Jantung

3.3.1 Insidensi dan Prevalensi

Gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia, dengan insidensi lebih tinggi pada pasien dengan penyakit kardiovaskular lain seperti hipertensi dan penyakit arteri koroner.

3.3.2 Etiologi Gagal Jantung

Penyebab utama gagal jantung meliputi:

  • Penyakit arteri koroner dan infark miokard sebelumnya.
  • Hipertensi yang tidak terkontrol.
  • Kardiomiopati primer atau sekunder.
  • Penyakit katup jantung.
  • Aritmia, terutama fibrilasi atrium.

Penyebab Gagal Jantung, Mode Presentasi Umum, dan Investigasi Spesifik

Penyebab Contoh Presentasi Investigasi Spesifik
Penyakit Arteri Koroner (CAD) Infark miokard, angina atau “setara-angina”, aritmia Angiografi koroner invasif, CT angiografi koroner, tes stres pencitraan (ekokardiografi, nuklir, CMR)
Hipertensi Gagal jantung dengan fungsi sistolik terjaga, hipertensi ganas/edema paru akut Pemantauan tekanan darah 24 jam, metanefrin plasma, pencitraan arteri ginjal, renin dan aldosteron
Penyakit katup Penyakit katup primer (misal stenosis aorta), penyakit katup sekunder (regurgitasi fungsional), penyakit katup bawaan Ekokardiografi (transesofageal/stres)
Aritmia Takiaritmia atrium, aritmia ventrikel Rekaman EKG ambulatori, studi elektrofisiologi (jika diindikasikan)
Kardiomiopati (CMP) Semua tipe: dilatasi, hipertrofi, restriktif, ARVC, peripartum, sindrom Takotsubo CMR, tes genetik, kateterisasi jantung kanan dan kiri
Penyakit jantung bawaan Transposisi arteri besar yang dikoreksi atau diperbaiki, lesi shunt, tetralogi Fallot yang diperbaiki, anomali Ebstein CMR
Infeksi Miokarditis virus, penyakit Chagas, HIV, penyakit Lyme CMR, biopsi endomiokardial, serologi
Induksi obat Antrasiklin, trastuzumab, inhibitor VEGF, inhibitor proteasom, inhibitor RAF+MEK Pemeriksaan fungsi hati, toksikologi
Infiltratif Amiloid, sarkoidosis, neoplastik Elektrofloresis serum, CMR, CT-PET, biopsi endomiokardial
Gangguan penyimpanan Hemokromatosis, penyakit Fabry, penyakit penyimpanan glikogen Studi besi, CMR (T2* imaging), tes genetik
Penyakit endomiokardial Radioterapi, fibrosis endomiokardial/eosinofilia, karsinoid CMR, biopsi endomiokardial
Penyakit perikardial Kalsifikasi, infiltrasi CT dada, CMR, kateterisasi jantung
Metabolik Penyakit endokrin, defisiensi nutrisi (tiamin, vitamin B1, selenium), penyakit autoimun TFTs, metanefrin plasma, renin dan aldosteron, ANA, ANCA
Penyakit neuromuskular Ataksia Friedreich, distrofi otot Studi konduksi saraf, tes genetik
3.3.3 Sejarah Alami dan Prognosis

Prognosis gagal jantung sangat bervariasi tergantung pada etiologi, komorbiditas, dan respons terhadap terapi. Pasien dengan HFrEF cenderung memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan HFpEF atau HFmrEF. Perawatan optimal dapat memperlambat progresivitas penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

4. Gagal Jantung Kronis

4.1 Langkah-Langkah Utama dalam Diagnosis Gagal Jantung Kronis

Diagnosis gagal jantung kronis memerlukan pendekatan sistematis yang melibatkan evaluasi klinis, biomarker, dan pencitraan kardiovaskular. Langkah-langkah utama dalam diagnosis meliputi:

  1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

    • Gejala utama: sesak napas saat aktivitas, kelelahan, edema perifer.
    • Tanda khas: peningkatan tekanan vena jugularis, bunyi jantung ketiga (S3), ronkhi paru, dan hepatomegali.

      Gejala dan Tanda Khas Gagal Jantung

      Gejala Tanda
      Gejala khas Tanda lebih spesifik
      Dispnea Tekanan vena jugularis meningkat
      Ortopnea Refluks hepatojugular
      Dispnea nokturnal paroksismal Bunyi jantung ketiga (gallop rhythm)
      Penurunan toleransi olahraga Impuls apikal yang terdorong ke lateral
      Kelelahan, letih, waktu pemulihan lebih lama setelah olahraga
      Pembengkakan pergelangan kaki
      Gejala kurang khas Tanda kurang spesifik
      Batuk malam hari Murmur jantung
      Mengi Edema perifer (pergelangan kaki, sakral, skrotal)
      Perasaan kembung Krepitasi paru
      Kehilangan nafsu makan Efusi pleura
      Kebingungan (terutama pada lansia) Takikardia
      Depresi Nadi tidak teratur
      Palpitasi Takipnea
      Pusing Pernapasan Cheyne-Stokes
      Sinkop Hepatomegali
      Bendopnea (sesak napas saat membungkuk) Asites
      Peningkatan berat badan (>2 kg/minggu) Ekstremitas dingin
      Penurunan berat badan (pada HF lanjut) Oliguria
      Cachexia (pemborosan jaringan tubuh) Tekanan nadi yang menyempit
  2. Pemeriksaan Biomarker

    • Peptida natriuretik (BNP atau NT-proBNP): digunakan untuk menyingkirkan atau mengonfirmasi diagnosis gagal jantung.
    • Nilai ambang batas rendah menunjukkan gagal jantung tidak mungkin terjadi, sedangkan nilai tinggi mendukung diagnosis.
  3. Ekokardiografi dan Pencitraan Kardiovaskular

    • Ekokardiografi transtorasik: alat utama untuk menilai fungsi jantung dan mengklasifikasikan gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi.
    • MRI jantung: berguna untuk mendeteksi penyebab spesifik seperti kardiomiopati infiltratif atau miokarditis.
    • Rontgen dada: dapat membantu dalam mendeteksi edema paru dan kardiomegali.
  4. Elektrokardiografi (EKG)

    • Digunakan untuk menilai adanya aritmia, hipertrofi ventrikel, atau tanda iskemia miokard.
  5. Tes Fungsional dan Evaluasi Risiko

    • Tes jalan 6 menit (6MWT): untuk menilai kapasitas fungsional pasien.
    • Kardiopulmoner exercise testing (CPET): direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung lanjut untuk menilai kebutuhan terapi lanjutan seperti transplantasi jantung.

4.2 Peptida Natriuretik

4.2.1 Penggunaan dalam Kondisi Non-Akut

Peptida natriuretik (BNP dan NT-proBNP) merupakan biomarker penting dalam diagnosis gagal jantung kronis. Panduan merekomendasikan penggunaan nilai cut-off spesifik untuk mengoptimalkan sensitivitas dan spesifisitas dalam berbagai populasi pasien.

  • BNP <35 pg/mL atau NT-proBNP <125 pg/mL → Gagal jantung tidak mungkin terjadi.
  • BNP >100 pg/mL atau NT-proBNP >300 pg/mL → Kemungkinan besar gagal jantung.
  • Nilai antara ambang batas ini memerlukan evaluasi lebih lanjut dengan pencitraan.

4.3 Investigasi untuk Menentukan Etiologi Gagal Jantung Kronis

Menentukan penyebab gagal jantung sangat penting dalam memilih terapi yang tepat. Beberapa investigasi yang dapat dilakukan meliputi:

  • Ekokardiografi Doppler: untuk menilai fungsi sistolik dan diastolik ventrikel.
  • Angiografi koroner: direkomendasikan jika terdapat dugaan penyakit arteri koroner sebagai penyebab gagal jantung.
  • MRI jantung: berguna untuk mendeteksi fibrosis miokard, infiltrasi, atau penyakit genetik.
  • Tes genetik: dapat dipertimbangkan pada pasien dengan dugaan kardiomiopati herediter.

Penyebab Peningkatan Konsentrasi Natriuretik Peptida

Penyebab Jantung Penyebab Non-Jantung
Gagal jantung Usia lanjut
Sindrom koroner akut (ACS) Stroke iskemik
Emboli paru Perdarahan subaraknoid
Miokarditis Disfungsi ginjal
Hipertrofi ventrikel kiri Disfungsi hati (sirosis dengan asites)
Kardiomiopati hipertrofik atau restriktif Sindrom paraneoplastik
Penyakit katup jantung PPOK
Penyakit jantung bawaan
Takikardia atrium dan ventrikel
Kontusio jantung
Kardioversi, syok ICD
Prosedur bedah pada jantung
Hipertensi pulmonal
5. Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Menurun (HFrEF)

5.1 Diagnosis Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Menurun

HFrEF didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) ≤40%. Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

  • Gejala klinis khas seperti sesak napas, kelelahan, dan edema perifer.
  • Pemeriksaan fisik yang menunjukkan tanda-tanda gagal jantung seperti peningkatan tekanan vena jugularis, bunyi jantung ketiga (S3), dan krepitasi paru.
  • Ekokardiografi yang menunjukkan LVEF ≤40%.

5.2 Terapi Farmakologis untuk Pasien HFrEF

Pendekatan farmakologis dalam HFrEF bertujuan untuk:

  • Mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
  • Mencegah perburukan dan mengurangi angka rawat inap.
  • Memperpanjang harapan hidup.
5.2.1 Tujuan Terapi Farmakologis

Terapi HFrEF didasarkan pada penggunaan kombinasi obat yang telah terbukti mengurangi mortalitas dan morbiditas.

5.2.2 Prinsip Umum Terapi Farmakologis
  • Dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan secara bertahap sesuai toleransi pasien.
  • Pemantauan ketat terhadap efek samping seperti hipotensi, hiperkalemia, dan gangguan fungsi ginjal.

5.3 Obat yang Direkomendasikan untuk Semua Pasien dengan HFrEF

  1. Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-I)

    • Menurunkan afterload dan preload, mengurangi progresivitas gagal jantung.
    • Contoh: Enalapril, Ramipril.
  2. Beta-Bloker

    • Mengurangi mortalitas dan meningkatkan fungsi ventrikel kiri.
    • Contoh: Bisoprolol, Carvedilol, Metoprolol.
  3. Antagonis Reseptor Mineralokortikoid (MRA)

    • Mengurangi retensi natrium dan fibrosis miokard.
    • Contoh: Spironolakton, Eplerenon.
  4. Inhibitor Reseptor Angiotensin-Neprilisin (ARNI)

    • Alternatif untuk ACE-I/ARB bagi pasien dengan HFrEF.
    • Contoh: Sacubitril/Valsartan.
  5. Inhibitor SGLT2

    • Terapi terbaru yang menunjukkan manfaat dalam menurunkan rawat inap dan kematian akibat gagal jantung.
    • Contoh: Dapagliflozin, Empagliflozin.

Dosis Berbasis Bukti dari Obat Modifikasi Penyakit dalam Uji Acak pada Pasien dengan Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Berkurang

Obat Dosis Awal Dosis Target
ACE-I
Kaptopril 6,25 mg t.i.d. 50 mg t.i.d.
Enalapril 2,5 mg b.i.d. 10–20 mg b.i.d.
Lisinopril 2,5–5 mg o.d. 20–35 mg o.d.
Ramipril 2,5 mg b.i.d. 5 mg b.i.d.
Trandolapril 0,5 mg o.d. 4 mg o.d.
ARNI
Sakubitril/valsartan 49/51 mg b.i.d. 97/103 mg b.i.d.
Beta-blocker
Bisoprolol 1,25 mg o.d. 10 mg o.d.
Karvedilol 3,125 mg b.i.d. 25 mg b.i.d.
Metoprolol (CR/XL) 12,5–25 mg o.d. 200 mg o.d.
Nebivolol 1,25 mg o.d. 10 mg o.d.
MRA
Eplerenon 25 mg o.d. 50 mg o.d.
Spironolakton 25 mg o.d. 50 mg o.d.
SGLT2 Inhibitor
Dapagliflozin 10 mg o.d. 10 mg o.d.
Empagliflozin 10 mg o.d. 10 mg o.d.
Obat Lain
Kandesartan 4 mg o.d. 32 mg o.d.
Losartan 50 mg o.d. 150 mg o.d.
Valsartan 40 mg b.i.d. 160 mg b.i.d.
Ivabradine 5 mg b.i.d. 7,5 mg b.i.d.
Vericiguat 2,5 mg o.d. 10 mg o.d.
Digoksin 62,5 mg o.d. 250 mg o.d.
Hidralazin/isosorbid dinitrat 37,5 mg t.i.d./20 mg t.i.d. 75 mg t.i.d./40 mg t.i.d.

Sacubitril/valsartan dapat memiliki dosis awal yang lebih rendah secara opsional, yaitu 24/26 mg dua kali sehari untuk mereka yang memiliki riwayat hipotensi simtomatik. Spironolakton memiliki dosis awal opsional sebesar 12,5 mg pada pasien di mana status ginjal atau hiperkalemia memerlukan kehati-hatian.

5.4 Obat Lain yang Direkomendasikan pada Pasien Tertentu

  1. Diuretik

    • Mengurangi gejala kongestif tanpa efek langsung terhadap mortalitas.
    • Contoh: Furosemid, Torsemid.
  2. Antagonis Reseptor Angiotensin II (ARB)

    • Alternatif bagi pasien yang tidak toleran terhadap ACE-I.
    • Contoh: Losartan, Valsartan.
  3. Ivabradine

    • Menurunkan denyut jantung pada pasien dengan ritme sinus dan denyut ≥70 bpm meskipun sudah mendapat beta-bloker optimal.
  4. Hidralazin dan Isosorbid Dinitrat

    • Direkomendasikan untuk pasien dengan gagal jantung yang tidak responsif terhadap terapi standar, terutama pada populasi tertentu.
  5. Digoxin

    • Digunakan untuk mengurangi rawat inap pada pasien dengan fibrilasi atrium yang tidak terkontrol dengan beta-bloker.

5.5 Pendekatan Strategis dalam Manajemen HFrEF

Terapi harus dipersonalisasi berdasarkan karakteristik pasien, komorbiditas, dan respons terhadap pengobatan. Pemantauan berkala terhadap fungsi ginjal, elektrolit, dan tekanan darah sangat penting untuk mencegah komplikasi.

6. Manajemen Ritme Jantung pada Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Menurun (HFrEF)

Gangguan ritme jantung sering terjadi pada pasien dengan HFrEF dan dapat memperburuk prognosis. Pendekatan terapi melibatkan penggunaan perangkat implan serta pengobatan farmakologis untuk mencegah aritmia dan kematian mendadak.

6.1 Implantable Cardioverter-Defibrillator (ICD)

ICD direkomendasikan untuk pasien dengan HFrEF yang berisiko tinggi mengalami kematian mendadak akibat aritmia ventrikel.

6.1.1 Pencegahan Sekunder Kematian Jantung Mendadak

ICD direkomendasikan bagi pasien yang mengalami:

  • Henti jantung akibat takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel yang tidak disebabkan oleh kondisi reversibel.
  • Takikardia ventrikel berulang yang menyebabkan instabilitas hemodinamik.
6.1.2 Pencegahan Primer Kematian Jantung Mendadak

ICD dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan:

  • LVEF ≤35% setelah terapi optimal selama ≥3 bulan.
  • Gejala gagal jantung NYHA kelas II-III.
6.1.3 Seleksi Pasien untuk Terapi ICD
  • Pasien dengan harapan hidup >1 tahun dengan kualitas hidup yang baik.
  • Tidak direkomendasikan untuk pasien dengan komorbiditas berat atau disfungsi ventrikel akibat kondisi reversibel.
6.1.4 Pemrograman ICD
  • Pemrograman ICD harus disesuaikan untuk menghindari terapi yang tidak perlu dan meminimalkan kejutan yang menyakitkan.
6.1.5 ICD Subkutan dan yang Dapat Dipakai
  • ICD subkutan dapat digunakan pada pasien yang tidak memerlukan terapi pacing.
  • ICD yang dapat dipakai (wearable cardioverter-defibrillator) mungkin berguna bagi pasien dengan risiko tinggi selama fase transisi sebelum implantasi ICD permanen.

6.2 Cardiac Resynchronization Therapy (CRT)

CRT direkomendasikan untuk pasien dengan gangguan konduksi listrik yang menyebabkan dyssynchrony ventrikel, terutama blok cabang kiri (LBBB).

Kriteria pasien yang direkomendasikan untuk CRT:

  • LVEF ≤35% dengan gejala NYHA II-IV meskipun telah menjalani terapi optimal.
  • Durasi QRS ≥150 ms, terutama dengan pola LBBB.

CRT dapat meningkatkan kontraktilitas ventrikel kiri, mengurangi gejala gagal jantung, dan menurunkan angka rawat inap serta kematian.

6.3 Perangkat yang Sedang dalam Evaluasi

Beberapa perangkat baru sedang dikembangkan untuk manajemen gagal jantung, termasuk:

  • Stimulator saraf vagus untuk modulasi aktivitas otonom jantung.
  • Pemantauan tekanan atrium kiri atau ventrikel kanan untuk deteksi dini dekompensasi gagal jantung.

7. Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Sedikit Menurun (HFmrEF)

7.1 Diagnosis Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Sedikit Menurun

HFmrEF didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) antara 41–49%. Pasien dengan HFmrEF memiliki karakteristik klinis yang mirip dengan HFrEF dan HFpEF, tetapi patofisiologi dan respons terapinya masih menjadi subjek penelitian.

Diagnosis HFmrEF ditegakkan berdasarkan:

  • Gejala dan tanda gagal jantung, seperti sesak napas, edema perifer, dan kelelahan.
  • LVEF 41–49% yang dikonfirmasi dengan ekokardiografi.
  • Biomarker jantung, seperti peningkatan kadar NT-proBNP.

7.2 Karakteristik Klinis Pasien dengan HFmrEF

  • Lebih sering terjadi pada pasien dengan hipertensi, obesitas, atau diabetes.
  • Mortalitas dan angka rawat inap berada di antara HFrEF dan HFpEF.
  • Beberapa pasien mengalami progresi menjadi HFrEF atau perbaikan ke HFpEF.

7.3 Pengobatan untuk Pasien dengan HFmrEF

Pendekatan terapi HFmrEF saat ini masih didasarkan pada strategi yang digunakan dalam HFrEF, dengan beberapa rekomendasi berbasis bukti yang berkembang.

7.3.1 Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-I)
  • Dapat dipertimbangkan untuk mengurangi gejala dan angka rawat inap.
7.3.2 Antagonis Reseptor Angiotensin II (ARB)
  • Alternatif bagi pasien yang tidak toleran terhadap ACE-I.
7.3.3 Beta-Bloker
  • Direkomendasikan untuk pasien dengan HFmrEF terutama jika memiliki riwayat infark miokard atau fibrilasi atrium.
7.3.4 Antagonis Reseptor Mineralokortikoid (MRA)
  • Dapat dipertimbangkan untuk mengurangi angka rawat inap akibat gagal jantung.
7.3.5 Inhibitor Reseptor Angiotensin-Neprilisin (ARNI)
  • Mungkin bermanfaat untuk pasien dengan HFmrEF yang memiliki NT-proBNP tinggi.
7.3.6 Obat Lain
  • Inhibitor SGLT2 (Dapagliflozin, Empagliflozin) telah menunjukkan manfaat dalam menurunkan angka rawat inap.
  • Diuretik digunakan untuk mengontrol kongesti, tetapi tidak berdampak langsung pada mortalitas.
7.3.7 Perangkat
  • CRT atau ICD dapat dipertimbangkan pada pasien dengan HFmrEF yang memiliki indikasi spesifik, seperti blok cabang kiri atau riwayat aritmia ventrikel.

8. Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Dipertahankan (HFpEF)

8.1 Latar Belakang Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Dipertahankan

HFpEF didefinisikan sebagai gagal jantung dengan LVEF ≥50% dengan bukti gangguan diastolik atau peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri. HFpEF sering terjadi pada pasien dengan usia lanjut, hipertensi, obesitas, atau diabetes mellitus.

8.2 Karakteristik Klinis Pasien dengan HFpEF

  • Dominasi gejala kongestif, seperti edema perifer dan dispnea.
  • Beban komorbiditas tinggi, termasuk hipertensi, obesitas, penyakit ginjal kronis, dan fibrilasi atrium.
  • Resistensi terhadap beberapa terapi gagal jantung yang umum digunakan pada HFrEF, karena patofisiologi yang berbeda.

8.3 Diagnosis Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Dipertahankan

Diagnosis HFpEF lebih kompleks dibandingkan HFrEF karena tidak ada penanda tunggal yang dapat mengonfirmasi kondisi ini. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kombinasi:

  • Gejala dan tanda gagal jantung yang khas.
  • LVEF ≥50% berdasarkan ekokardiografi.
  • Disfungsi diastolik atau peningkatan tekanan pengisian jantung, yang dapat dideteksi dengan:
    • Ekokardiografi Doppler (misalnya, E/E’ yang meningkat).
    • Peningkatan NT-proBNP.
    • Uji hemodinamik invasif jika diperlukan.

Bukti Objektif Kelainan Struktural, Fungsional, dan Serologis Jantung yang Konsisten dengan Disfungsi Diastolik Ventrikel Kiri/Peningkatan Tekanan Pengisian Ventrikel Kiri

Parameter Ambang Batas Komentar
Indeks massa LV ≥95 g/m² (wanita), ≥115 g/m² (pria) Meskipun keberadaan remodeling LV konsentris atau hipertrofi mendukung diagnosis, ketiadaan hipertrofi LV tidak mengecualikan diagnosis HFpEF.
Ketebalan dinding relatif >0.42 Sama seperti di atas, parameter ini mendukung tetapi tidak menentukan HFpEF secara absolut.
Indeks volume atrium kiri (LA) >34 mL/m² (pada SR) Jika tidak ada AF atau penyakit katup, pembesaran LA mencerminkan peningkatan tekanan pengisian LV kronis (pada AF, ambang batas >40 mL/m²).
E/e’ ratio at rest >9
NT-proBNP
BNP
>125 (SR) atau
>365 (AF) pg/mL
>35 (SR) atau
>105 (AF) pg/mL
PA systolic pressure
TR velocity at rest
>35 mmHg
>2.8 m/s

8.4 Pengobatan Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Dipertahankan

Saat ini, tidak ada terapi farmakologis yang terbukti secara konsisten mengurangi mortalitas pada HFpEF. Namun, beberapa pendekatan dapat membantu mengurangi gejala dan angka rawat inap.

8.4.1 Modifikasi Gaya Hidup dan Pengelolaan Komorbiditas
  • Kontrol tekanan darah dengan obat antihipertensi, terutama jika hipertensi menjadi faktor utama.
  • Manajemen obesitas dengan perubahan pola makan dan aktivitas fisik.
  • Kontrol diabetes dan resistensi insulin, termasuk penggunaan inhibitor SGLT2.
  • Manajemen fibrilasi atrium dengan pengendalian ritme atau frekuensi.
8.4.2 Terapi Farmakologis
  1. Diuretik

    • Digunakan untuk mengontrol kongesti, tetapi tidak mempengaruhi angka kematian.
    • Contoh: Furosemid, Torsemid.
  2. Antagonis Reseptor Mineralokortikoid (MRA)

    • Spironolakton dapat dipertimbangkan untuk mengurangi angka rawat inap, terutama pada pasien dengan NT-proBNP tinggi.
  3. Inhibitor SGLT2

    • Dapagliflozin dan Empagliflozin telah menunjukkan manfaat dalam menurunkan rawat inap pada pasien HFpEF.
  4. ARB dan ARNI

    • Valsartan dan Sacubitril/Valsartan mungkin bermanfaat dalam mengurangi gejala pada beberapa pasien HFpEF.
8.4.3 Terapi Non-Farmakologis
  • Latihan fisik terbukti meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien HFpEF.
  • CRT atau ICD tidak direkomendasikan kecuali ada indikasi spesifik, seperti blok cabang kiri atau riwayat aritmia ventrikel.
9. Manajemen Multidisiplin untuk Pencegahan dan Pengobatan Gagal Jantung Kronis

Manajemen gagal jantung kronis memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan berbagai tenaga kesehatan untuk meningkatkan hasil klinis dan kualitas hidup pasien.

9.1 Pencegahan Gagal Jantung

Pencegahan gagal jantung mencakup strategi untuk mengidentifikasi individu dengan risiko tinggi dan menerapkan intervensi yang tepat untuk mengurangi insidensi penyakit.

  • Modifikasi gaya hidup: berhenti merokok, diet sehat, aktivitas fisik teratur.
  • Kontrol faktor risiko kardiovaskular: hipertensi, diabetes, dislipidemia.
  • Pengelolaan penyakit kardiovaskular yang mendasari: penyakit arteri koroner, aritmia, dan penyakit katup jantung.

9.2 Manajemen Multidisiplin Gagal Jantung Kronis

9.2.1 Model Perawatan
  • Perawatan berbasis rumah sakit: untuk pasien dengan gagal jantung lanjut atau kompleks.
  • Klinik gagal jantung khusus: menyediakan pendekatan terkoordinasi untuk optimalisasi terapi.
  • Perawatan berbasis komunitas: untuk pasien dengan risiko rawat inap rendah.
9.2.2 Karakteristik dan Komponen Program Manajemen Gagal Jantung

Program manajemen gagal jantung yang efektif mencakup:

  • Pendidikan pasien dan keluarga.
  • Pemantauan gejala dan kepatuhan terapi.
  • Koordinasi antara dokter spesialis, dokter umum, dan tenaga kesehatan lainnya.
  • Intervensi berbasis teknologi, seperti telemonitoring.

9.3 Edukasi Pasien, Perawatan Mandiri, dan Gaya Hidup

Pasien harus dididik mengenai:

  • Gejala perburukan gagal jantung dan kapan harus mencari bantuan medis.
  • Pentingnya kepatuhan terhadap terapi dan modifikasi gaya hidup.
  • Manajemen cairan dan natrium untuk mengontrol kongesti.
  • Pemantauan berat badan harian untuk mendeteksi retensi cairan dini.

9.4 Rehabilitasi Latihan

Latihan fisik terstruktur dapat meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien gagal jantung. Program rehabilitasi harus disesuaikan dengan kondisi pasien, dengan fokus pada:

  • Latihan aerobik intensitas sedang.
  • Latihan kekuatan ringan untuk meningkatkan daya tahan otot.
  • Monitoring ketat untuk menghindari dekompensasi kardiovaskular.

9.5 Tindak Lanjut pada Pasien dengan Gagal Jantung Kronis

9.5.1 Tindak Lanjut Umum
  • Pemeriksaan berkala untuk memantau progresivitas penyakit dan respons terapi.
  • Penyesuaian terapi berdasarkan perkembangan klinis pasien.
9.5.2 Pemantauan dengan Biomarker
  • NT-proBNP dapat digunakan untuk menilai status volume pasien dan efektivitas terapi.
  • Biomarker lain seperti troponin dapat membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi.

9.6 Telemonitoring

  • Teknologi pemantauan jarak jauh dapat meningkatkan deteksi dini perburukan gagal jantung.
  • Telemonitoring dapat membantu mengurangi angka rawat inap dan meningkatkan kepatuhan terapi.

Faktor Risiko Perkembangan Gagal Jantung dan Tindakan Pencegahan yang Dapat Dilakukan

Faktor Risiko Gagal Jantung Strategi Pencegahan
Kebiasaan sedentary Aktivitas fisik teratur
Merokok Berhenti merokok
Obesitas Aktivitas fisik dan pola makan sehat
Konsumsi alkohol berlebihan Populasi umum: konsumsi alkohol ringan dapat bermanfaat. Pasien dengan kardiomiopati akibat alkohol harus berhenti minum alkohol.
Influenza Vaksinasi influenza
Infeksi mikroba (misalnya Trypanosoma cruzi, Streptococci) Diagnosis dini dan terapi antimikroba spesifik untuk pencegahan dan/atau pengobatan.
Obat kardiotoksik (misalnya antrasiklin) Pemantauan fungsi jantung dan efek samping, penyesuaian dosis, perubahan rejimen kemoterapi.
Radiasi dada Pemantauan fungsi jantung dan efek samping, penyesuaian dosis.
Hipertensi Perubahan gaya hidup, terapi antihipertensi.
Dislipidemia Pola makan sehat, terapi statin.
Diabetes mellitus Aktivitas fisik, pola makan sehat, inhibitor SGLT2.
Penyakit arteri koroner (CAD) Perubahan gaya hidup, terapi statin.

10. Gagal Jantung Lanjut

10.1 Epidemiologi, Diagnosis, dan Prognosis

Gagal jantung lanjut (advanced heart failure) didefinisikan sebagai kondisi di mana pasien mengalami gejala berat yang persisten meskipun telah menjalani terapi optimal.

Kriteria Gagal Jantung Lanjut:
  • Gejala NYHA kelas III-IV yang menetap meskipun terapi maksimal.
  • LVEF sangat rendah (≤30%) dengan disfungsi ventrikel progresif.
  • Rawat inap berulang akibat gagal jantung.
  • Hipotensi dan gangguan perfusi organ.

Prognosis pasien dengan gagal jantung lanjut buruk, dengan tingkat mortalitas yang tinggi dalam 1 tahun.

Kriteria Definisi Gagal Jantung Lanjut

Kriteria Persyaratan
Gejala Berat yang Persisten Pasien tetap memiliki gejala NYHA kelas III–IV meskipun sudah mendapat terapi optimal.
Disfungsi Jantung yang Berat – LVEF ≤30%.
– Gagal ventrikel kanan atau kelainan struktural berat lainnya.
– Nilai BNP atau NT-proBNP terus meningkat.
Kongesti atau Hipoperfusi Berulang Pasien mengalami:
– Kongesti paru atau sistemik yang memerlukan diuretik intravena dosis tinggi atau kombinasi diuretik.
– Episode penurunan curah jantung yang memerlukan inotropik atau vasopresor.
– Aritmia ganas yang menyebabkan ≥1 rawat inap dalam 12 bulan terakhir.
Gangguan Kapasitas Fungsional – Tidak mampu berolahraga.
– Tes jalan 6 menit (6MWT) <300 meter.
– pVO₂ <12 mL/kg/menit atau <50% dari nilai prediksi.

Deskripsi Profil Interagency Registry untuk Dukungan Sirkulasi Mekanis pada Pasien dengan Gagal Jantung Lanjut

Profil Deskripsi Pasien Kerangka Waktu untuk Intervensi
Profil 1. Syok Kardiogenik Kritis Pasien dengan hipotensi yang mengancam jiwa meskipun sudah mendapat dukungan inotropik yang meningkat dengan cepat, hipoperfusi organ kritis, sering dikonfirmasi dengan asidosis yang memburuk dan/atau peningkatan kadar laktat. “Crash and burn.” Intervensi definitif diperlukan dalam hitungan jam.
Profil 2. Penurunan Progresif Pasien dengan fungsi yang terus menurun meskipun telah mendapat dukungan inotropik intravena, yang dapat terlihat dari memburuknya fungsi ginjal, deplesi nutrisi, ketidakmampuan mengembalikan keseimbangan volume. “Sliding on inotropes.” Juga mencakup pasien dengan status yang memburuk dan tidak dapat mentoleransi terapi inotropik. Intervensi definitif diperlukan dalam beberapa hari.
Profil 3. Stabil pada Inotropik atau Bergantung pada Inotropik Pasien dengan tekanan darah, fungsi organ, nutrisi, dan gejala yang stabil pada dukungan inotropik intravena berkelanjutan (atau perangkat dukungan sirkulasi sementara atau keduanya) tetapi menunjukkan kegagalan berulang dalam menghentikan dukungan karena hipotensi simptomatik berulang atau disfungsi ginjal. “Dependent stability.” Intervensi definitif elektif dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Profil 4. “Frequent Flyer” Pasien dapat distabilkan mendekati status volume normal tetapi mengalami gejala kongesti setiap hari saat istirahat atau selama aktivitas sehari-hari. Dosis diuretik umumnya berfluktuasi pada tingkat yang sangat tinggi. Strategi manajemen dan pengawasan yang lebih intensif harus dipertimbangkan, yang dalam beberapa kasus dapat mengungkap kepatuhan yang buruk yang dapat menghambat hasil terapi apa pun. Beberapa pasien dapat berpindah antara Profil 4 dan 5. Intervensi definitif elektif dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Profil 5. Terbatas dalam Rumah (“Housebound”) Pasien nyaman saat istirahat dan selama aktivitas sehari-hari tetapi tidak dapat melakukan aktivitas lain, hidup sebagian besar di dalam rumah. Pasien nyaman saat istirahat tanpa gejala kongesti tetapi mungkin memiliki status volume yang tinggi yang tidak dapat diatasi, sering kali dengan disfungsi ginjal. Jika status nutrisi dasar dan fungsi organ marginal, pasien mungkin lebih berisiko dibandingkan Profil INTERMACS 4 dan memerlukan intervensi definitif. Urgensi variabel, tergantung pada pemeliharaan nutrisi, fungsi organ, dan aktivitas.
Profil 6. Terbatas dalam Aktivitas (“Exertion Limited”) Pasien tanpa bukti kelebihan cairan, nyaman saat istirahat dan dengan aktivitas sehari-hari serta aktivitas ringan di luar rumah tetapi mudah lelah setelah beberapa menit aktivitas yang berarti. Atribusi terhadap keterbatasan jantung memerlukan pengukuran konsumsi oksigen puncak secara cermat, dalam beberapa kasus dengan pemantauan hemodinamik, untuk mengonfirmasi tingkat keparahan gangguan jantung. “Walking wounded.” Variabel, tergantung pada pemeliharaan nutrisi, fungsi organ, dan tingkat aktivitas.
Profil 7. Gejala NYHA Kelas III Lanjut Pasien tanpa episode ketidakseimbangan cairan yang tidak stabil saat ini atau baru-baru ini, hidup dengan nyaman tetapi aktivitas bermakna terbatas pada aktivitas fisik ringan. Transplantasi jantung atau dukungan sirkulasi mekanis (MCS) mungkin tidak diperlukan saat ini.

Modifikasi untuk Profil:

  • Dukungan Sirkulasi Mekanis Sementara: Dapat memodifikasi profil hanya pada pasien yang dirawat di rumah sakit, termasuk IABP, ECMO, TandemHeart, LVAD, Impella. (Profil yang dapat dimodifikasi: 1, 2, 3.)
  • Aritmia: Dapat memodifikasi profil apa pun, termasuk takiaritmia ventrikel berulang yang baru-baru ini berkontribusi secara substansial terhadap kompromi klinis, kejutan ICD yang sering atau kebutuhan defibrilasi eksternal, biasanya lebih dari dua kali seminggu. (Profil yang dapat dimodifikasi: 1-7.)
  • Episode Gagal Jantung yang Sering: Mencirikan pasien yang memerlukan kunjungan darurat atau rawat inap yang sering untuk diuretik, ultrafiltrasi, atau terapi vasoakif intravena sementara. Episode yang sering dapat dianggap sebagai setidaknya dua kunjungan darurat/rawat inap dalam 3 bulan terakhir atau tiga dalam 6 bulan terakhir. (Profil yang dapat dimodifikasi: 3 jika di rumah, 4, 5, 6. Jarang untuk Profil 7.)

Singkatan:

  • IABP = Intra-Aortic Balloon Pump
  • ECMO = Extracorporeal Membrane Oxygenation
  • LVAD = Left Ventricular Assist Device
  • MCS = Mechanical Circulatory Support
  • ICD = Implantable Cardioverter-Defibrillator
  • NYHA = New York Heart Association

10.2 Manajemen Gagal Jantung Lanjut

10.2.1 Terapi Farmakologis dan Penggantian Fungsi Ginjal
  • Optimasi terapi gagal jantung standar tetap menjadi langkah utama.
  • Diuretik dosis tinggi sering diperlukan untuk mengontrol kongesti.
  • Infus inotropik (dopamin, dobutamin, milrinone) dapat digunakan untuk memperbaiki perfusi organ.
  • Terapi penggantian ginjal (dialisis atau ultrafiltrasi) dapat dipertimbangkan pada pasien dengan gagal ginjal refrakter.
10.2.2 Dukungan Sirkulasi Mekanis

Untuk pasien dengan gagal jantung refrakter, dukungan mekanis dapat menjadi pilihan:

  • Ventricular Assist Device (VAD):

    • Digunakan sebagai terapi jangka panjang atau sebagai jembatan menuju transplantasi jantung.
    • Meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien yang dipilih dengan baik.
  • Balon pompa intra-aorta (IABP) dan perangkat sirkulasi jangka pendek:

    • Digunakan pada pasien dengan syok kardiogenik atau dekompensasi akut.
10.2.3 Transplantasi Jantung
  • Terapi definitif untuk gagal jantung lanjut dengan prognosis terbaik.
  • Seleksi pasien harus mempertimbangkan komorbiditas, usia, dan fungsi organ lainnya.
  • Tantangan utama meliputi keterbatasan donor, risiko penolakan organ, dan terapi imunosupresif seumur hidup.

Indikasi dan Kontraindikasi Transplantasi Jantung

Indikasi Kontraindikasi
Gagal jantung lanjut Infeksi aktif
Tidak ada pilihan terapi lain, kecuali LVAD sebagai jembatan menuju transplantasi (BTT) Penyakit arteri perifer atau serebrovaskular berat
Hipertensi pulmonal ireversibel secara farmakologis (LVAD dapat dipertimbangkan untuk menurunkan resistensi vaskular pulmonal sebelum evaluasi ulang)
Kanker dengan prognosis buruk (kolaborasi dengan spesialis onkologi untuk stratifikasi risiko progresi tumor atau kekambuhan akibat imunosupresi)
Disfungsi hati ireversibel (sirosis) atau disfungsi ginjal ireversibel (klirens kreatinin <30 mL/menit/1,73 m²). Transplantasi kombinasi jantung-hati atau jantung-ginjal dapat dipertimbangkan
Penyakit sistemik dengan keterlibatan multiorgan
Komorbiditas serius lainnya dengan prognosis buruk
BMI pra-transplantasi >35 kg/m² (disarankan penurunan berat badan hingga <35 kg/m²)
Penyalahgunaan alkohol atau narkoba saat ini
Ketidakstabilan psikologis yang menghambat kepatuhan terhadap perawatan pasca-transplantasi
Dukungan sosial yang tidak memadai untuk kepatuhan terhadap perawatan di lingkungan rawat jalan
10.2.4 Kontrol Gejala dan Perawatan Akhir Hayat
  • Terapi paliatif penting bagi pasien yang tidak memenuhi syarat untuk terapi agresif seperti transplantasi atau VAD.
  • Fokus pada kontrol gejala, dukungan psikososial, dan perencanaan perawatan di akhir kehidupan.

Singkatan:

  • BTB = bridge to bridge (jembatan ke jembatan)
  • BTC = bridge to candidacy (jembatan ke kandidat transplantasi)
  • BTD = bridge to decision (jembatan untuk pengambilan keputusan)
  • BTR = bridge to recovery (jembatan ke pemulihan)
  • BTT = bridge to transplantation (jembatan ke transplantasi)
  • CA = amiloidosis jantung
  • DT = terapi tujuan akhir (destination therapy)
  • ESC = European Society of Cardiology (Perhimpunan Kardiologi Eropa)
  • HCM = kardiomiopati hipertrofik
  • HF = gagal jantung
  • HFA = Heart Failure Association (Asosiasi Gagal Jantung)
  • HT = transplantasi jantung
  • INTERMACS = Interagency Registry for Mechanically Assisted Circulatory Support (Registri Lintas Lembaga untuk Dukungan Sirkulasi Mekanik)
  • LVAD = left ventricular assist device (alat bantu ventrikel kiri)
  • LVAD-BTC = alat bantu ventrikel kiri sebagai jembatan ke kandidat transplantasi
  • LVAD-DT = alat bantu ventrikel kiri sebagai terapi tujuan akhir
  • MCS = mechanical circulatory support (dukungan sirkulasi mekanik)

Catatan:
a) Algoritma ini dapat diterapkan pada semua pasien dengan gagal jantung lanjut yang didefinisikan berdasarkan kriteria ESC/HFA, kecuali pada pasien dengan HCM, CA, badai aritmia, penyakit jantung bawaan pada dewasa, dan angina refrakter.

b) Indikasi mencakup rawat inap berulang, kegagalan organ akhir yang progresif, kongesti refrakter, ketidakmampuan melakukan tes latihan kardiopulmoner, atau konsumsi oksigen puncak <12 mL/menit/kg atau <50% dari nilai yang diharapkan.

Kode warna untuk kelas rekomendasi:

  • Hijau untuk Kelas I (rekomendasi kuat)
  • Kuning untuk Kelas IIa (rekomendasi sedang)
    (Lihat Tabel 1 untuk detail lebih lanjut mengenai kelas rekomendasi).

11. Gagal Jantung Akut

11.1 Epidemiologi, Diagnosis, dan Prognosis

Gagal jantung akut adalah kondisi klinis yang ditandai dengan perburukan gejala gagal jantung yang membutuhkan intervensi medis segera. Ini dapat terjadi sebagai eksaserbasi gagal jantung kronis atau sebagai presentasi awal gagal jantung de novo.

Penyebab utama gagal jantung akut:
  • Infark miokard akut atau iskemia miokard.
  • Krisis hipertensi
  • Gangguan ritme jantung.
  • Infeksi berat atau sepsis.
  • Ketidakpatuhan terhadap terapi gagal jantung kronis.
Klasifikasi berdasarkan presentasi klinis:
  1. Gagal jantung akut dekompensasi: Kongesti berat dengan edema paru dan sesak napas progresif.
  2. Edema Paru Akut: Akumulasi cairan cepat di paru-paru, menyebabkan hipoksemia berat.
  3. Gagal jantung kanan akut: Biasanya akibat emboli paru besar atau hipertensi pulmonal berat.
  4. Syok Kardiogenik: Hipotensi berat dengan perfusi organ yang buruk, sering memerlukan terapi inotropik atau mekanis.

11.2 Presentasi Klinis

  • Gejala utama: sesak napas parah, ortopnea, edema ekstremitas bawah, dan kelelahan berat.
  • Pemeriksaan fisik: takikardia, hipotensi, peningkatan tekanan vena jugularis, dan krepitasi paru.

Tes Diagnostik pada Pasien dengan Gagal Jantung Akut

Pemeriksaan Waktu Pengukuran Temuan Kemungkinan Nilai Diagnostik untuk Gagal Jantung Akut Indikasi
EKG Masuk, selama rawat inap, sebelum pulang Aritmia, iskemia miokard Eksklusi sindrom koroner akut atau aritmia Direkomendasikan
Rontgen dada Masuk, selama rawat inap Kongesti, infeksi paru Konfirmatori Dapat dipertimbangkan
Ultrasonografi paru (LUS) Masuk, selama rawat inap, sebelum pulang Kongesti Konfirmatori Dapat dipertimbangkan
Ekokardiografi Masuk, selama rawat inap, sebelum pulang Kongesti, disfungsi jantung, penyebab mekanis Penting Direkomendasikan
Peptida natriuretik (BNP, NT-proBNP, MR-proANP) Masuk, sebelum pulang Kongesti Nilai prediktif negatif tinggi Direkomendasikan
Troponin serum Masuk Cedera miokard Eksklusi sindrom koroner akut Direkomendasikan
Kreatinin serum Masuk, selama rawat inap, sebelum pulang Disfungsi ginjal Tidak ada Direkomendasikan untuk penilaian prognostik
Elektrolit serum (Na, K, Cl) Masuk, selama rawat inap, sebelum pulang Gangguan elektrolit Tidak ada Direkomendasikan untuk penilaian prognostik dan pengobatan
Status besi (transferin, feritin) Sebelum pulang Defisiensi besi Tidak ada Direkomendasikan untuk penilaian prognostik dan pengobatan
TSH Masuk Hipotiroidisme/hipertiroidisme Tidak ada Direkomendasikan jika dicurigai gangguan tiroid
D-dimer Masuk Emboli paru Berguna untuk mengeksklusi emboli paru Direkomendasikan jika emboli paru dicurigai
Prokalsitonin Masuk Pneumonia Berguna untuk diagnosis pneumonia Dapat dilakukan jika pneumonia dicurigai
Laktat Masuk, selama rawat inap Asidosis laktat Berguna untuk menilai status perfusi Direkomendasikan jika hipoperfusi perifer dicurigai
Pulse oximetry dan analisis gas darah arteri Masuk, selama rawat inap Gagal napas Berguna untuk menilai fungsi pernapasan Direkomendasikan jika gagal napas dicurigai

Presentasi Klinis Gagal Jantung Akut

Kategori Gagal Jantung Dekompensasi Akut Edema Paru Akut Gagal Ventrikel Kanan Isolated Syok Kardiogenik
Mekanisme utama Disfungsi ventrikel kiri (LV) Retensi natrium dan air Peningkatan afterload dan/atau disfungsi diastolik LV Penyakit katup jantung Disfungsi ventrikel kanan (RV) dan/atau hipertensi pulmonal prekapsiler Disfungsi jantung berat
Penyebab utama gejala Akumulasi cairan, peningkatan tekanan intraventrikular Redistribusi cairan ke paru-paru dan kegagalan pernapasan akut Peningkatan tekanan vena sentral dan sering terjadi hipoperfusi sistemik Hipoperfusi sistemik
Onset Bertahap (hari) Cepat (jam) Bertahap atau cepat Bertahap atau cepat
Abnormalitas hemodinamik utama Peningkatan LVEDP dan PCWP⁽ᵃ⁾ Output jantung rendah atau normal Tekanan darah sistolik (SBP) normal hingga rendah Peningkatan LVEDP dan PCWP⁽ᵃ⁾ Output jantung normal SBP normal hingga tinggi Peningkatan RVEDP Output jantung rendah SBP rendah Peningkatan LVEDP dan PCWP⁽ᵃ⁾ Output jantung rendah SBP rendah
Presentasi klinis utama Basah dan hangat ATAU Kering dan dingin Basah dan hangat⁽ᵇ⁾ Kering dan dingin ATAU Basah dan dingin Basah dan dingin
Tata laksana utama Diuretik Agen inotropik/vasopresor (jika ada hipoperfusi perifer/hipotensi) Dukungan sirkulasi mekanik (MCS) jangka pendek atau terapi penggantian ginjal (RRT) jika diperlukan Diuretik Vasodilator⁽ᵇ⁾ Diuretik untuk kongesti perifer Agen inotropik/vasopresor (jika ada hipoperfusi perifer/hipotensi) MCS jangka pendek atau RRT jika diperlukan Agen inotropik/vasopresor MCS jangka pendek RRT

Keterangan:

  • LVEDP (Left Ventricular End-Diastolic Pressure): Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.
  • PCWP (Pulmonary Capillary Wedge Pressure): Tekanan baji kapiler paru.
  • RVEDP (Right Ventricular End-Diastolic Pressure): Tekanan akhir diastolik ventrikel kanan.
  • MCS (Mechanical Circulatory Support): Dukungan sirkulasi mekanik.
  • RRT (Renal Replacement Therapy): Terapi penggantian ginjal.

11.3 Manajemen Gagal Jantung Akut

11.3.1 Prinsip Umum Manajemen
  • Stabilisasi hemodinamik dengan oksigen, ventilasi non-invasif, atau intubasi jika diperlukan.
  • Identifikasi dan pengobatan faktor pencetus, seperti infark miokard atau aritmia.
  • Evaluasi status volume dan perfusi untuk menentukan terapi yang sesuai.
11.3.2 Terapi Oksigen dan Dukungan Ventilasi
  • Ventilasi non-invasif (CPAP/BiPAP) untuk edema paru akut.
  • Ventilasi mekanis invasif pada pasien dengan gagal napas berat.
11.3.3 Terapi Diuretik
  • Furosemid intravena untuk mengurangi kongesti paru dan edema perifer.
  • Dosis tinggi atau terapi kombinasi jika resistensi diuretik terjadi.
11.3.4 Vasodilator
  • Nitrogliserin atau nitroprusside dapat digunakan untuk mengurangi afterload dan preload pada pasien hipertensi atau edema paru.
11.3.5 Inotropik
  • Dobutamin atau milrinone digunakan pada pasien dengan gagal jantung berat dan perfusi organ yang buruk.
    Obat Laju Infus
    Dobutamin 2–20 µg/kg/menit (β⁺)
    Dopamin 3–5 µg/kg/menit; inotropik (β⁺)
    >5 µg/kg/menit: inotropik (β⁺), vasopresor (α⁺)
    Milrinon 0,375–0,75 µg/kg/menit
    Enoksimon 5–20 µg/kg/menit
    Levosimendan 0,1 µg/kg/menit, dapat dikurangi hingga 0,05 atau ditingkatkan hingga 0,2 µg/kg/menit
    Norepinefrin 0,2–1,0 µg/kg/menit
    Epinefrin 0,05–0,5 µg/kg/menit
11.3.6 Vasopresor
  • Norepinefrin atau vasopresin digunakan pada pasien dengan hipotensi berat yang tidak responsif terhadap terapi cairan dan inotropik.
11.3.7 Opiat
  • Morfin dapat diberikan pada pasien dengan edema paru berat untuk mengurangi kecemasan dan kerja napas.
11.3.8 Digoxin
  • Digunakan pada pasien dengan fibrilasi atrium yang tidak terkontrol dengan beta-bloker.
11.3.9 Profilaksis Tromboemboli
  • Antikoagulan diberikan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami tromboemboli vena.
11.3.10 Dukungan Mekanis Jangka Pendek
  • Balon pompa intra-aorta (IABP) atau ECMO dapat digunakan pada pasien dengan syok kardiogenik refrakter.
11.3.11 Evaluasi Pra-Pulang dan Perencanaan Pasca-Pulang
  • Penyesuaian terapi oral sebelum pasien dipulangkan.
  • Pendidikan pasien dan keluarga untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan.
  • Rencana tindak lanjut yang jelas untuk mengurangi risiko rawat inap ulang.
12. Komorbiditas Kardiovaskular pada Gagal Jantung

Banyak pasien dengan gagal jantung memiliki komorbiditas kardiovaskular yang dapat memperburuk prognosis dan memperumit manajemen penyakit.

12.1 Aritmia dan Gangguan Konduksi

12.1.1 Fibrilasi Atrium (FA)
  • FA sering terjadi pada gagal jantung dan dikaitkan dengan peningkatan risiko rawat inap dan kematian.
  • Data mengenai kontrol frekuensi pada pasien dengan fibrilasi atrium (AF) dan gagal jantung (HF) masih belum konklusif. Sebuah strategi kontrol frekuensi yang longgar (lenient rate control), yang didefinisikan sebagai denyut jantung istirahat <110 b.p.m., dibandingkan dengan strategi kontrol frekuensi yang ketat (strict rate control), yang didefinisikan sebagai denyut jantung <80 b.p.m. saat istirahat dan <110 b.p.m. selama aktivitas sedang, dalam studi RACE II serta analisis gabungan dari RACE dan AFFIRM.

  • Manajemen FA pada gagal jantung:
    • Kontrol ritme: direkomendasikan untuk pasien yang bergejala atau tidak toleran terhadap FA cepat.
    • Kontrol frekuensi: beta-bloker atau digoxin dapat digunakan untuk menurunkan laju ventrikel.
    • Antikoagulasi: semua pasien FA dengan gagal jantung memerlukan terapi antikoagulan jika skor CHA₂DS₂-VASc ≥2.

12.1.2 Aritmia Ventrikel
  • Gagal jantung meningkatkan risiko takikardia ventrikel (VT) dan fibrilasi ventrikel (VF).
  • ICD direkomendasikan untuk pencegahan primer pada pasien dengan LVEF ≤35%.
12.1.3 Blok Jantung dan Gangguan Konduksi
  • Blok atrioventrikular tingkat tinggi dapat memperburuk gejala gagal jantung.
  • Pemasangan alat pacu jantung (PM) atau terapi resinkronisasi jantung (CRT) dapat dipertimbangkan pada pasien dengan gangguan konduksi berat.

12.2 Sindrom Koroner Kronis

  • Penyakit arteri koroner adalah penyebab utama gagal jantung iskemik.
  • Terapi optimal mencakup:
    • Statin, ACE-I, beta-bloker, dan aspirin.
    • Revaskularisasi miokard (PCI atau CABG) pada pasien dengan iskemia berat yang masih bergejala meskipun terapi optimal.

12.3 Penyakit Katup Jantung

Kelainan katup dapat menyebabkan atau memperburuk gagal jantung.

12.3.1 Stenosis Aorta
  • Transcatheter Aortic Valve Implantation (TAVI) direkomendasikan untuk pasien dengan stenosis aorta berat dan gagal jantung yang berisiko tinggi untuk operasi jantung terbuka.

12.3.2 Regurgitasi Mitral
  • Regurgitasi mitral sekunder sering ditemukan pada gagal jantung lanjut.
  • Intervensi katup mitral (MitraClip atau operasi) dapat dipertimbangkan pada pasien yang masih bergejala meskipun terapi gagal jantung optimal.

12.4 Hipertensi

  • Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan HFpEF.
  • Manajemen:
    • ACE-I atau ARB sebagai terapi lini pertama.
    • Antagonis kalsium dihindari pada HFrEF karena efek negatifnya terhadap kontraktilitas jantung.

12.5 Stroke dan Risiko Tromboemboli

  • Gagal jantung meningkatkan risiko stroke embolik.
  • Terapi antikoagulan direkomendasikan pada pasien dengan FA atau riwayat tromboemboli sebelumnya.
13. Komorbiditas Non-Kardiovaskular pada Gagal Jantung

Banyak pasien dengan gagal jantung memiliki komorbiditas non-kardiovaskular yang dapat memperburuk prognosis dan mempersulit terapi.

13.1 Diabetes Mellitus

  • Diabetes meningkatkan risiko gagal jantung dan memperburuk prognosis.
  • Manajemen:
    • Inhibitor SGLT2 (Dapagliflozin, Empagliflozin) direkomendasikan karena manfaatnya dalam menurunkan angka rawat inap dan kematian akibat gagal jantung.
    • Metformin dapat digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan fungsi ginjal yang masih baik.
    • Tiazolidindion (pioglitazone) harus dihindari karena dapat menyebabkan retensi cairan dan memperburuk gagal jantung.

13.2 Gangguan Tiroid

  • Hipotiroidisme dapat menyebabkan bradikardia dan disfungsi miokard.
  • Hipertiroidisme meningkatkan risiko aritmia, terutama fibrilasi atrium.
  • Manajemen:
    • Pemberian levotiroksin untuk hipotiroidisme.
    • Terapi antitiroid atau ablasi untuk hipertiroidisme berat.

13.3 Obesitas

  • Obesitas meningkatkan risiko gagal jantung dan memperburuk gejala kongesti.
  • Manajemen:
    • Penurunan berat badan bertahap direkomendasikan.
    • Diet rendah garam dan peningkatan aktivitas fisik jika memungkinkan.

13.4 Frailty, Cachexia, dan Sarkopenia

  • Gagal jantung lanjut sering dikaitkan dengan penurunan massa otot (sarkopenia) dan cachexia.
  • Manajemen:
    • Dukungan nutrisi yang adekuat.
    • Latihan fisik yang terstruktur untuk mempertahankan kekuatan otot.

13.5 Defisiensi Zat Besi dan Anemia

  • Defisiensi zat besi umum terjadi pada gagal jantung dan dapat memperburuk kelelahan serta kapasitas fungsional.
  • Manajemen:
    • Suplementasi zat besi intravena direkomendasikan pada pasien dengan feritin <100 ng/mL atau saturasi transferin <20%.
    • Erythropoiesis-stimulating agents tidak direkomendasikan karena peningkatan risiko tromboemboli.

13.6 Disfungsi Ginjal

  • Penyakit ginjal kronis sering terjadi pada gagal jantung dan dapat membatasi pilihan terapi.
  • Manajemen:
    • Pemantauan ketat terhadap fungsi ginjal saat menggunakan diuretik, ACE-I, atau ARNI.
    • Dialisis atau terapi pengganti ginjal pada gagal ginjal stadium akhir.

13.7 Gangguan Elektrolit (Hipokalemia, Hiperkalemia, Hiponatremia, Hipokloremia)

  • Gangguan elektrolit sering terjadi akibat penggunaan diuretik dan terapi farmakologis lainnya.
  • Manajemen:
    • Hipokalemia → suplementasi kalium atau penggunaan MRA.
    • Hiperkalemia → pengurangan dosis MRA atau penggunaan pati penjerap kalium (pati sodium zirconium atau pati patiomer).
    • Hiponatremia → restriksi cairan pada kasus hiponatremia kronis ringan.

13.8 Penyakit Paru dan Gangguan Tidur

  • Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) sering menyertai gagal jantung dan dapat memperburuk gejala dispnea.
  • Gangguan tidur (sleep apnea) meningkatkan risiko hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan.
  • Manajemen:
    • Penggunaan beta-bloker selektif (misalnya bisoprolol) pada pasien PPOK.
    • Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) pada pasien dengan sleep apnea berat.

13.9 Hiperkolesterolemia dan Terapi Lipid

  • Statin direkomendasikan hanya untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular yang mendasari.
  • Tidak ada bukti bahwa statin bermanfaat pada pasien dengan gagal jantung tanpa penyakit arteri koroner.

13.10 Asam Urat Tinggi dan Arthritis

  • Hiperurisemia sering ditemukan pada pasien gagal jantung karena gangguan fungsi ginjal.
  • Manajemen:
    • Penggunaan allopurinol dapat dipertimbangkan pada pasien dengan gout berulang.
    • Febuxostat tidak direkomendasikan karena peningkatan risiko kardiovaskular.

13.11 Disfungsi Ereksi

  • Disfungsi ereksi umum terjadi pada pasien dengan gagal jantung akibat gangguan perfusi vaskular.
  • Manajemen:
    • Penggunaan inhibitor PDE5 (misalnya sildenafil) dapat dipertimbangkan, kecuali pada pasien yang menggunakan nitrat.

13.12 Depresi dan Gangguan Psikososial

  • Pasien dengan gagal jantung memiliki risiko tinggi mengalami depresi dan kecemasan.
  • Manajemen:
    • Dukungan psikososial dan terapi kognitif.
    • Antidepresan dapat dipertimbangkan, tetapi beberapa obat seperti tricyclic antidepressants harus dihindari karena efek kardiotoksiknya.

13.13 Kanker

  • Pasien dengan gagal jantung sering mengalami kardiotoksisitas akibat kemoterapi.
  • Manajemen:
    • Pemantauan ketat terhadap fungsi jantung sebelum dan selama terapi kanker.
    • Penggunaan beta-bloker atau ACE-I pada pasien yang menerima antrasiklin untuk mengurangi risiko kardiotoksisitas.

13.14 Infeksi dan Gagal Jantung

  • Infeksi berat, termasuk pneumonia dan sepsis, dapat memperburuk gagal jantung.
  • Manajemen:
    • Vaksinasi influenza dan pneumokokus direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung.
    • Terapi antibiotik cepat jika terjadi infeksi.

14. Kondisi Khusus dalam Gagal Jantung

Beberapa kondisi spesifik dapat mempengaruhi manajemen gagal jantung dan memerlukan pendekatan individual yang disesuaikan dengan kondisi klinis pasien.

14.1 Kehamilan

14.1.1 Gagal Jantung pada Kehamilan dengan Penyakit Jantung yang Sudah Ada
  • Wanita dengan kardiomiopati, penyakit katup jantung, atau hipertensi pulmonal memiliki risiko tinggi mengalami gagal jantung selama kehamilan.
  • Manajemen:
    • Evaluasi risiko sebelum konsepsi dengan skor prediksi kardiovaskular.
    • Pemantauan ketat selama kehamilan dan periode postpartum.
    • Beberapa obat gagal jantung, seperti ACE-I dan ARNI, kontraindikasi pada kehamilan dan harus diganti dengan obat yang lebih aman seperti beta-bloker dan diuretik.
14.1.2 Gagal Jantung yang Muncul Saat Kehamilan (Kardiomiopati Peripartum)
  • Kardiomiopati peripartum dapat terjadi pada trimester akhir atau dalam beberapa bulan setelah persalinan.
  • Manajemen:
    • Diuretik dan beta-bloker dapat digunakan untuk mengontrol gejala.
    • Bromokriptin dapat dipertimbangkan pada kasus berat untuk menghambat prolaktin yang berperan dalam patogenesis penyakit ini.
    • Pada kasus berat, transplantasi jantung atau dukungan mekanis mungkin diperlukan.

14.2 Kardiomiopati

Penilaian Diagnostik Awal pada Pasien dengan Dugaan Kardiomiopati

Kategori Pemeriksaan Keterangan
Riwayat Penyakit Riwayat keluarga Adanya riwayat kardiomiopati, kematian jantung mendadak pada usia muda (<50 tahun), atau penyakit neuromuskular.
Pemeriksaan Laboratorium – Enzim jantung dan otot
– Fungsi hati dan ginjal
– Hemoglobin, jumlah sel darah putih
– Peptida natriuretik
– Tes fungsi tiroid
– Status zat besi
– Penanda penyakit autoimun
Untuk mengevaluasi penyebab sistemik dan mendukung diagnosis kardiomiopati.
Pemeriksaan Elektrokardiografi EKG standar 12 sadapan Mendeteksi aritmia atau tanda disfungsi jantung.
Pencitraan Jantung – Ekokardiografi
– CMR (Cardiac Magnetic Resonance)
Evaluasi struktur dan fungsi jantung, mencari penyebab spesifik seperti infiltrasi miokard atau fibrosis.
Pemeriksaan Arteri Koroner Angiografi koroner atau CTCA Menyingkirkan penyakit arteri koroner yang signifikan.
Tes Genetik Konseling dan tes genetik Dilakukan jika ada indikasi riwayat keluarga atau fenotipe spesifik.
Pemantauan Aritmia Pemantauan EKG 24–48 jam Mendeteksi aritmia atrial dan ventrikel yang dapat mempengaruhi prognosis.
14.2.1 Kardiomiopati Dilatasi
  • Penyebab utama gagal jantung non-iskemik dengan LVEF menurun.
  • Manajemen:
    • Terapi farmakologis standar gagal jantung (ACE-I, ARNI, beta-bloker, MRA, SGLT2i).
    • ICD atau CRT jika terdapat indikasi.

Penyebab dan Faktor Modifikasi Penyakit pada Kardiomiopati yang Paling Sering Terjadi

Penyebab Faktor Modifikasi Penyakit Fenotipe
Mutasi Genetik
LMNA x DCM
TTN x x DCM, (HCM)
RBM20 x DCM
MYH7 x DCM, HCM
MYPC x DCM, HCM
TNNT x DCM, HCM
PLN x DCM, HCM, AC
DSP x x AC, DCM, miokarditis
SCN5a x x AC, (DCM)
Tropomyosin-1 x DCM
Penyakit Akumulasi
Hemokromatosis (HFE gen, C282Y) x HCM, DCM
Galaktosidase-A (Fabry disease) x HCM
Gangguan Neuromuskular
Distrofi otot Duchenne, distrofi otot Becker, distrofi miotonik x DCM
Gangguan Sindromik
Mutasi mitokondria X-linked x DCM
Penyakit Didapat
Infeksi (virus) x x Miokarditis, DCM
Penyakit imunomediated (artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik, dermatomiositis) x x Miokarditis, DCM
Zat toksik (alkohol, amfetamin, kokain) x x DCM, miokarditis

 

Kardiomiopati Dilatasi atau Kardiomiopati Hipokinetik Non-Dilatasi: Aspek Khusus dalam Diagnosis dan Pengobatan

Kategori Deskripsi
Kriteria dan Definisi Diagnostik DCM (Dilated Cardiomyopathy): Dilatasi LV dan disfungsi sistolik tanpa adanya kondisi beban abnormal yang diketahui atau penyakit arteri koroner (CAD) yang signifikan.
HNDC (Hypokinetic Non-Dilated Cardiomyopathy): Disfungsi sistolik LV atau biventrikular (LVEF <45%) tanpa dilatasi dalam ketiadaan kondisi beban abnormal atau CAD yang signifikan.
DCM dan HNDC dapat dianggap “familial” jika dua atau lebih kerabat tingkat pertama atau kedua memiliki DCM atau HNDC, atau jika seorang kerabat tingkat pertama memiliki hasil autopsi yang membuktikan DCM dan kematian mendadak sebelum usia 50 tahun.
Konseling Genetik dan Pengujian Indikasi: Semua pasien dengan diagnosis DCM atau HNDC serta kerabat tingkat pertama pasien ini yang memiliki mutasi penyebab penyakit yang jelas harus menjalani evaluasi untuk mengidentifikasi individu yang terkena secara genetik pada tahap praklinis.
Kerabat tingkat pertama harus dievaluasi ulang setiap 5 tahun atau kurang jika berusia <50 tahun atau jika ditemukan kelainan non-diagnostik.
Evaluasi klinis, EKG, ekokardiografi, dan jika perlu CMR (Cardiac Magnetic Resonance) harus dilakukan pada kerabat tingkat pertama pasien.
Deteksi dini individu asimptomatik dapat membantu pengobatan lebih awal, mencegah perkembangan gagal jantung (HF), dan memberikan konseling genetik yang tepat.
Minimal set gen: TTN, LMNA, MYH6, TNNT, troponin-C, MYPC, RBM20, PLN, BAG3, actin alpha cardiac muscle, nexin, tropomyosin-1, vinculin.
Penggunaan panel gen besar dapat dipertimbangkan jika ada riwayat keluarga yang jelas atau fenotipe struktural tertentu, sebaiknya dikombinasikan dengan segregasi keluarga.
Biopsi Endomiokardial Indikasi: Pada fenotipe yang dicurigai memerlukan pengobatan khusus (misalnya miokarditis raksasa, miokarditis eosinofilik, sarkoidosis, vaskulitis, SLE, penyakit autoimun, atau penyakit penyimpanan).
Jumlah sampel: Minimum 5 sampel, tetapi idealnya 7 sampel (3 untuk patologi, 2 untuk infeksi (DNA, PCR), dan 2 untuk RNA virus/replikasi).
Etiologi: Pencarian virus kardiotropik umum (parvovirus B19, HHV-4, HHV-6, enterovirus, adenovirus, coxsackie) dengan PCR kuantitatif jika diduga penyebab virus. Jika terdapat indikasi, evaluasi tambahan untuk CMV, HHV, Borrelia burgdorferi (penyakit Lyme), Coxiella burnetii (demam Q), Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), dan SARS-CoV-2.
Imunohistokimia: Kuantifikasi limfosit CD3+, CD4-, CD8- atau CD45+ dan makrofag CD68+, anti-HLA-DR.
Histologi: Pewarnaan hematoksilin dan eosin, pewarnaan fibrosis dengan Masson’s Trichrome dan Picrosirius Red, fibril amiloid dengan Congo Red.
Pilihan Terapi Pengobatan untuk HFrEF (lihat bagian 5 dan 6).
Mutasi LMNA, RBM20, PLN, dan FLN: Risiko tinggi henti jantung mendadak; deteksi dini untuk implantasi ICD primer harus dipertimbangkan.
Mutasi TTN: Remodeling ventrikel kiri lebih besar (hingga 70%), tetapi risiko tinggi takiaritmia atrium dan ventrikel.
Penyakit Lyme (Borrelia burgdorferi): Pengobatan dengan doksisiklin.
Penyakit Chagas (Trypanosoma cruzi): Pengobatan khusus sesuai rekomendasi.
Penyakit Autoimun/Inflamasi: Jika terjadi imunosupresi yang dipertimbangkan (misalnya miokarditis raksasa, miokarditis eosinofilik, sarkoidosis, vaskulitis), terapi imunosupresif harus dipilih dengan hati-hati melalui pendekatan multidisiplin (kardiologi dan imunologi).

14.2.2 Kardiomiopati Hipertrofik

  • Penyebab umum gagal jantung pada pasien muda dengan obstruksi aliran keluar ventrikel kiri.
  • Manajemen:
    • Beta-bloker atau verapamil sebagai terapi lini pertama.
    • Ablasi septal atau operasi miektomi pada kasus obstruktif berat.
    • ICD pada pasien dengan risiko tinggi kematian mendadak.
Kategori Deskripsi
Definisi Penebalan dinding LV >14 mm pada satu atau lebih segmen miokardial LV yang tidak sepenuhnya dijelaskan oleh kondisi beban abnormal.
LVOTO >30 mmHg saat istirahat atau latihan, hipertrofi asimetris, atau LGEC interstisial dalam pola tambal sulam di segmen hipertrofik lebih lanjut mendukung adanya HCM.
Dapat dianggap sebagai “familial” jika dua atau lebih kerabat tingkat pertama atau kedua memiliki HCM, atau jika seorang kerabat tingkat pertama memiliki hasil autopsi yang membuktikan HCM serta mengalami kematian mendadak sebelum usia 50 tahun.
Diagnosis Banding HCM genetik vs hipertrofi fisiologis: Dapat sulit dibedakan jika hipertrofi fisiologis dipicu oleh latihan atletik intensif, hipertensi berat, atau stenosis aorta.
Pertimbangkan HCM genetik jika tingkat hipertrofi LV tidak proporsional terhadap pemicu yang diduga.
Kelainan struktural lainnya harus dievaluasi dengan ekokardiografi jantung, termasuk defek septal, anomali katup AV, dan kelainan RV.
Konseling Genetik dan Pengujian Indikasi: Semua pasien dengan diagnosis HCM untuk mengidentifikasi penyebab genetik yang mendasari serta semua kerabat tingkat pertama pasien dengan mutasi penyakit yang jelas untuk mendeteksi individu yang terkena secara genetik pada tahap praklinis.
Jika mutasi genetik belum teridentifikasi, evaluasi klinis, EKG, dan ekokardiografi harus dilakukan pada kerabat tingkat pertama dan diulang setiap 2–5 tahun jika berusia <50 tahun atau jika ditemukan kelainan non-diagnostik.
Minimal set gen: TTN, LMNA, MHC, TNNT, Troponin-C, MYPC, RBM20, PLN, BAG3, actin alpha cardiac muscle, nexin, tropomyosin-1, vinculin (dapat mendeteksi mutasi penyebab pada hingga 60% kasus).
Penggunaan panel gen besar dapat dipertimbangkan jika ada riwayat keluarga yang jelas atau fenotipe struktural tertentu, sebaiknya dikombinasikan dengan segregasi keluarga.
Penyakit Khusus Miopati otot rangka: Pertimbangkan penyakit mitokondria terkait X, kelainan penyimpanan glikogen, distrofi otot FHL, ataksia Friedreich.
Gangguan sindromik (defisit kognitif, gangguan penglihatan, ptosis): Pertimbangkan penyakit mitokondria terkait X, sindrom Noonan, penyakit Danon.
Kelainan kulit dan skeletal (lentigos, sindrom Leopard/Noonan): Sindrom Noonan.
Biopsi Endomiokardial Indikasi: Dipertimbangkan jika hasil klinis awal menunjukkan adanya inflamasi jantung atau penyakit penyimpanan yang tidak dapat didiagnosis dengan metode lain.
Pilihan Terapi Dengan LVOTO:
– Hindari hipovolemia (dehidrasi), vasodilator arteri dan vena (nitrates, PDE5 inhibitors), serta digoxin.
Beta-blocker non-vasodilator adalah pilihan utama. Verapamil dapat digunakan jika beta-blocker tidak ditoleransi atau tidak efektif.
– Diuretik dosis rendah dapat digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan kongesti tetapi harus dihindari jika LVOTO signifikan.
Terapi invasif (ablasi alkohol atau myectomy) dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan gejala yang tidak terkontrol meskipun sudah mendapat terapi medis optimal (OMT).
Obat baru dapat dipertimbangkan.
Tanpa LVOTO:
– Hindari diuretik dosis tinggi.
Verapamil jika LVEF >50% dan beta-blocker tidak ditoleransi atau tidak efektif.
Indikasi ICD Berdasarkan model risiko kematian jantung mendadak (SCD):
– Riwayat keluarga dengan kematian jantung mendadak pada satu atau lebih kerabat tingkat pertama <40 tahun, atau kematian jantung mendadak pada kerabat tingkat pertama dengan HCM yang sama.
NSVT (Non-Sustained Ventricular Tachycardia).
Sinkop tidak dapat dijelaskan.
Fabry Disease Terapi penggantian enzim (defisiensi α-galactosidase).
Amiloidosis Lihat bagian 14.6 dan Gambar 21.

14.2.3 Kardiomiopati Restriktif

  • Ditandai dengan gangguan relaksasi ventrikel dengan fungsi sistolik yang masih terjaga.
  • Manajemen:
    • Fokus pada kontrol kongesti dengan diuretik.
    • Evaluasi untuk transplantasi jantung jika gagal jantung progresif.

Kategori Deskripsi
Definisi Penyakit otot jantung yang diturunkan, ditandai dengan penggantian miokard RV oleh fibrosis dan lemak, yang dapat menjadi substrat untuk aritmia ventrikel, sinkop yang tidak dapat dijelaskan, atau kematian jantung mendadak.
Disfungsi LV dan dilatasi terjadi pada >30% pasien AC, sehingga fenotipenya dapat menyerupai DCM.
Diagnosis Berdasarkan evaluasi kombinasi faktor genetik (mutasi dominan autosomal pada sebagian besar kasus), dokumentasi aritmia, dan kriteria pencitraan (ekokardiografi dan MRI).
Dysplasia RV dengan penggantian fibrosis bisa ada atau tidak.
EMB (biopsi endomiokardial) biasanya tidak direkomendasikan karena distribusi fibrosis yang tidak merata.
EKG spesifik dapat menunjukkan gelombang epsilon atau gangguan depolarisasi/repolarisasi RV.
Konseling Genetik dan Pengujian Indikasi: Harus ditawarkan kepada semua pasien dengan dugaan AC dan kepada semua kerabat tingkat pertama pasien dengan mutasi penyakit yang jelas, terlepas dari fenotipnya, untuk mengidentifikasi individu yang terkena secara genetik pada tahap praklinis.
Evaluasi genetik juga dapat digunakan untuk stratifikasi risiko aritmia.
Jika mutasi genetik belum teridentifikasi, evaluasi klinis, EKG, ekokardiografi, dan kemungkinan CMR harus dilakukan pada kerabat tingkat pertama dan diulang setiap 2–5 tahun jika berusia <50 tahun atau jika ditemukan kelainan non-diagnostik.
Minimal set gen: Plakoglobin, DSP, PKP2, DSG2, DSC2.
AC dominan autosomal dengan keterlibatan RV: DSP, FLNC, SCN5A, TMEM43, FLNA, LMNA, BAG3, NKX2-5, RBM20, SCN5A, KCNJ11, KCNH2.
AC ringan atau hipertrofi ventrikel: TNNT.
Mutasi resesif terkait dengan Naxos Disease (plakoglobin) dan Carvajal syndrome (DSP varian spesifik).
Biopsi Endomiokardial (EMB) Tidak direkomendasikan secara rutin.
Hanya dipertimbangkan dalam kasus yang sangat selektif setelah semua studi non-invasif telah dilakukan.
Penggantian fibrotik dengan atau tanpa penggantian lemak dapat menyebabkan kesalahan dalam mendeteksi fitur khas penyakit ini.
EMB memiliki sensitivitas rendah dalam mendiagnosis AC karena distribusi fibrosis yang tidak merata.
Pilihan Terapi Pengobatan HF jika ada (lihat bagian 5 dan 6).
Atlet kompetitif harus dilarang berolahraga, batasi aktivitas hingga olahraga ringan hingga sedang.
Beta-blocker non-simpatomimetik harus dititrasi hingga dosis tertinggi yang dapat ditoleransi sebagai lini pertama.
Amiodarone dapat dipertimbangkan jika beta-blocker tidak efektif atau tidak dapat ditoleransi.
ICD direkomendasikan jika ada riwayat kematian jantung mendadak yang dihindari (aborted SCD), sinkop yang tidak dapat dijelaskan, atau takikardia ventrikel parah pada pasien yang hemodinamiknya buruk.
– Pada pasien tanpa aritmia ventrikel, ICD dapat dipertimbangkan jika ada mutasi LMNA atau FLNC serta LVEF <45%.

14.3 Non-Kompaksi Ventrikel Kiri

  • Penyakit miokard langka dengan trabekulasi ventrikel kiri yang berlebihan.
  • Manajemen:
    • Terapi gagal jantung standar.
    • ICD pada pasien dengan risiko tinggi aritmia ventrikel.

14.4 Penyakit Atrium

  • Penyakit atrium primer dapat menyebabkan gagal jantung dengan disfungsi diastolik berat.
  • Manajemen:
    • Kontrol denyut jantung dan irama dengan beta-bloker atau ablasi kateter jika fibrilasi atrium terjadi.

14.5 Miokarditis

14.5.1 Epidemiologi dan Diagnosis
  • Miokarditis sering disebabkan oleh infeksi virus, penyakit autoimun, atau reaksi hipersensitivitas obat.
  • Diagnosis:
    • MRI jantung untuk mendeteksi edema miokard.
    • Biopsi endomiokard pada kasus tertentu.

Pemeriksaan Diagnostik pada Miokarditis Akut yang Diduga

Definisi Miokarditis Akut yang Diduga
Presentasi klinis + ≥1 hasil tes diagnostik wajib yang positif (CMR lebih disukai) dengan tidak adanya penyakit arteri koroner signifikan, penyakit katup, atau penyakit jantung bawaan lainnya.
Pemeriksaan Sensitivitas Spesifisitas
Presentasi klinis
Nyeri dada akut atau baru muncul, dispnea, tanda gagal jantung kiri dan/atau kanan, aritmia yang tidak dapat dijelaskan, atau henti jantung terselamatkan Rendah Rendah
Tes diagnostik wajib
EKG: ST-T abnormal dinamis baru, elevasi ST pseudo-infark, aritmia atrium atau ventrikel, blok AV, kelainan QRS Tinggi Rendah
Tes laboratorium: Troponin meningkat dengan perubahan dinamis yang konsisten dengan nekrosis miokard Sedang Rendah
Ekokardiografi: Gangguan gerak dinding, disfungsi ventrikel global tanpa dilatasi atau dengan dilatasi ringan, peningkatan ketebalan dinding karena edema miokard, efusi perikardial Tinggi Rendah
CMR: Deteksi edema, inflamasi, dan fibrosis melalui pemetaan T1/T2, volume ekstraseluler, dan LGE Tinggi Sedang
Tes tambahan
Angiografi koroner atau CTCA: Menyingkirkan penyakit arteri koroner signifikan Tinggi Tinggi
Biopsi endomiokardial: Diagnosis dan indikasi pengobatan spesifik Sedang Tinggi
PET Jantung: Berguna untuk pasien yang tidak dapat menjalani CMR atau diduga memiliki penyakit autoimun sistemik/sarkoidosis Rendah Rendah

CMR pada Pasien dengan Dugaan Miokarditis

Indikasi
Dilakukan pada awal diagnosis pada semua pasien dengan riwayat klinis + EKG abnormal, troponin meningkat, atau kelainan ekokardiografi, dengan penyakit arteri koroner yang telah disingkirkan atau tidak mungkin terjadi.
Disarankan saat tindak lanjut pada pasien dengan disfungsi persisten, aritmia, atau abnormalitas EKG.
Temuan Utama
Baseline: Pemindaian T1 (cedera/inflamasi) dan T2 (edema), volume ekstraseluler, dan LGE dalam 2 minggu setelah onset gejala.
Tindak lanjut: LGE untuk mengevaluasi tingkat jaringan parut, serta T1 dan T2 untuk mengidentifikasi inflamasi yang menetap.
Signifikansi Diagnostik
Minimal satu kriteria berbasis T2 (peningkatan waktu relaksasi T2 global atau regional atau peningkatan intensitas sinyal pada gambar T2) dan satu kriteria berbasis T1 (peningkatan T1 miokard, volume ekstraseluler, atau LGE) dalam fase akut.
Satu marker (T1 atau T2) saja masih dapat mendukung diagnosis inflamasi miokard akut dalam konteks klinis yang sesuai, tetapi dengan spesifisitas lebih rendah.
Hasil negatif pada T1/T2 tidak menyingkirkan kemungkinan proses inflamasi kronis yang masih berlangsung.
14.5.2 Pengobatan
  • Miokarditis virus: terapi suportif dengan pengobatan standar gagal jantung.
  • Miokarditis autoimun: dapat diberikan imunosupresan seperti kortikosteroid.
  • Miokarditis fulminan: memerlukan dukungan mekanis (ECMO, VAD) atau transplantasi jantung.

Pengobatan dan Tindak Lanjut Miokarditis Akut

Strategi Pengobatan
Terapi gagal jantung harus dimulai jika terdapat disfungsi sistolik ventrikel kiri pada presentasi dan harus dilanjutkan selama setidaknya 6 bulan setelah pemulihan fungsional penuh (EF >50%).
Imunosupresi selama 6–12 bulan diperlukan pada miokarditis akut dengan bukti klinis atau biopsi endomiokardial adanya penyakit autoimun, termasuk miokarditis sel raksasa, vaskulitis, atau sarkoidosis.
Imunosupresi tidak dianjurkan secara rutin pada miokarditis akut tanpa bukti klinis atau biopsi endomiokardial adanya penyakit autoimun.
Steroid intravena dapat dipertimbangkan secara empiris dalam kasus dugaan kuat miokarditis imun-medis terutama jika disertai gagal jantung akut, aritmia ganas, dan/atau blok AV tingkat tinggi.
Tindak Lanjut
Aktivitas olahraga intens harus dihindari selama gejala masih ada, enzim jantung masih meningkat, atau terdapat kelainan EKG/pencitraan, dan harus berlangsung setidaknya 6 bulan sejak pemulihan penuh.
Tindak lanjut tahunan selama minimal 4 tahun, dengan EKG dan ekokardiografi, diperlukan karena miokarditis akut dapat berkembang menjadi kardiomiopati dilatasi pada hingga 20% kasus.

14.6 Amiloidosis Jantung

14.6.1 Epidemiologi dan Diagnosis
  • Penyebab umum gagal jantung dengan hipertrofi ventrikel yang tidak proporsional.
  • Diagnosis:
    • Pirofosfat skintigrafi dan biopsi jaringan.

Etiologi yang Harus Dipertimbangkan dalam Pemicu Miokarditis Akut

Kategori Penyebab Spesifik
Infeksi Virus Coxsackievirus, Parvovirus B19, Herpesvirus, Adenovirus, Influenza, SARS-CoV-2, HIV
Infeksi Bakteri Borrelia (penyakit Lyme), Corynebacterium (difteri), Mycoplasma
Infeksi Jamur Candida, Aspergillus
Infeksi Parasit Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), Toxoplasma gondii
Penyakit Autoimun Lupus, artritis reumatoid, sarkoidosis, sindrom Sjögren
Paparan Zat Toksik Alkohol, kemoterapi, kokain, amfetamin
14.6.2 Terapi Amiloidosis dan Gagal Jantung
  • Amiloidosis AL: kemoterapi atau transplantasi sumsum tulang.
  • Amiloidosis ATTR: tafamidis direkomendasikan untuk memperlambat progresi penyakit.
  • Diuretik digunakan dengan hati-hati karena pasien ini rentan terhadap hipotensi.

14.7 Kardiomiopati Overload Zat Besi

  • Terjadi akibat hemokromatosis primer atau sekunder (misalnya akibat transfusi darah berulang).
  • Manajemen:
    • Terapi khelasi zat besi (deferasiroks, deferipron).
    • Flebotomi pada hemokromatosis primer.

14.8 Penyakit Jantung Bawaan pada Dewasa

  • Pasien dengan penyakit jantung bawaan yang bertahan hingga dewasa memiliki risiko tinggi mengalami gagal jantung.
  • Manajemen:
    • Evaluasi rutin oleh tim kardiologi spesialis penyakit jantung bawaan.
    • Terapi farmakologis dan intervensi bedah jika diperlukan.